0 comment 68 views

Strategi Pemanfaatan Media Sosial sebagai Alat Komunikasi Politik Berdasarkan Karakteristik Gen Z

Youth involvement in politics is not just a trend, it is a necessity for a thriving democracy.” – Justin Trudeau.

Ajang pembuktian bahwa suatu negara masih menjunjung tinggi demokrasi dimulai melalui pemilu. Peran besar masyarakat merupakan hal yang krusial untuk menentukan siapa saja yang berhak mengisi kursi di pemerintahan. Pemilu 2024 menjadi pembuka tahun demokrasi di Indonesia. Kompetisi antar partai politik, calon legislatif hingga calon presiden dalam arena pergulatan politik di Indonesia tidak mungkin lagi terelakan. Jumlah penduduk yang meningkat, persebaran yang luas, pertumbuhan sosial yang cepat, dan semakin beragamnya aktivitas masyarakat yang ditunjang oleh teknologi memicu timbulnya perkembangan baru dalam melakukan kegiatan kampanye. Menurut data yang telah ditetapkan oleh KPU terhitung 204.807.222 daftar pemilih tetap (DPT) akan mengikuti kegiatan Pemilu 2024. Dalam perincian data tersebut pemilih muda atau Gen Z cukup mendominasi dengan jumlah sebanyak 46,8 juta suara atau 22,85 persen. Sehingga bukan hal yang aneh apabila kegiatan kampanye yang dilakukan oleh partai politik atau politisi menyasar para pemilih muda atau Gen Z.

Berbeda dengan generasi yang terdahulu, Gen Z lahir dan besar di era kemajuan teknologi yang pesat. Salah satu perbedaan mencolok antara Gen Z dengan generasi sebelumnya adalah penggunaan telepon seluler secara masif disertai akses internet. Efek dari kemudahan dalam menggunakan internet tersebut menjadikan situs pencarian daring dan media sosial sebagai sumber utama Gen Z ketika mencari segala bentuk informasi termasuk yang berkaitan dengan politik. Dengan demikian, kampanye perlu dilakukan dengan cara-cara yang melibatkan akses internet, seperti misalnya menggunakan media sosial karena dianggap lebih efisien untuk menarik minat pemilih muda atau Gen Z.

Media sosial merupakan sekumpulan aplikasi yang memungkinkan penggunanya untuk membagikan momen atau mengekspresikan sesuatu ke dalam platform yang tersedia. Kementerian Kominfo dalam laporan survei Status Literasi Digital di Indonesia tahun 2022, menunjukkan data mengenai durasi penggunaan internet di mana mayoritas responden Gen Z (35%) dan Gen Y (26%) menggunakan internet lebih dari 6 jam per hari. Sedangkan, jumlah kelompok Gen X dan Boomers yang mengakses internet lebih dari 6 jam per hari berjumlah lebih sedikit yakni hanya 19%. Melihat fenomena tersebut dapat dikatakan bahwa media sosial sebagai saluran komunikasi yang luas dan cepat merupakan wadah yang tepat untuk meningkatkan kesuksesan kampanye pada Pemilu 2024.

Dalam perjalanan menuju pemilu adalah hal yang mustahil untuk mengecilkan peran penting kampanye. Menurut Rogers dan Storey (1987) Kampanye adalah serangkaian kegiatan komunikasi yang dilaksanakan secara konsisten pada waktu tertentu dengan tujuan menghasilkan dampak terhadap khalayak dalam yang jumlah besar. Kampanye dalam dunia politik dilakukan untuk membujuk masyarakat guna meningkatkan elektabilitas dan popularitas. Oleh karena itu partai politik atau politisi harus mempunyai strategi dan perencanaan yang matang. Strategi dalam kampanye sangatlah penting karena berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan politik. Adapun strategi kampanye melalui media sosial dapat dilakukan dengan memahami karakteristik Gen Z terlebih dahulu. Berdasarkan landasan yang kuat bahwa Gen Z adalah generasi pencari kebenaran, McKinsey (2018) melakukan penelitian yang membagi karakteristik perilaku Gen Z menjadi empat komponen utama yaitu “Undefined ID”, “Communaholic”, “Dialoguer”, dan “Realistic.”

“Undefined ID” sebagai karakteristik Gen Z adalah keinginan untuk menjadi berbeda dan mengembangkan identitas unik mereka tanpa perlu mengikuti satu stereotipe, sehingga generasi ini lebih terbuka terhadap representasi baru pada tiap individu. Apabila dikaitkan dengan penggunaan media sosial sebagai wadah baru untuk berkampanye, maka setiap partai politik atau politisi dapat melakukan strategi dengan memperkenalkan image atau citra yang berbeda dari stereotipe tokoh politik pada umumnya. Politisi biasanya dipandang sebagai individu yang selalu bersikap serius dalam menanggapi banyak hal. Oleh karena itu beberapa partai politik atau bahkan politisi menggunakan strategi untuk mengambil hati Gen Z dengan membuat akun media sosial yang memiliki citra humoris dan aktif berinteraksi dengan pengguna lainnya. Salah satu politisi yang melakukan strategi ini adalah Gibran Rakabuming Raka yang menjabat sebagai Walikota Solo sekaligus Calon Wakil Presiden Indonesia mendampingi Prabowo dalam Pemilu 2024.

Gen Z dengan karakteristik “Communaholic” mempunyai pemikiran yang sangat terbuka. Mereka tidak membedakan relasi yang mereka buat secara online ataupun teman yang mereka temui secara langsung. Komunitas online penting bagi Gen Z karena komunitas ini memungkinkan orang-orang dari berbagai latar belakang berkumpul berdasarkan kepentingan dan tujuan yang sama. Atas alasan inilah mengapa kampanye konvensional tidak selalu efektif bagi Gen Z, mengingat interaksi melalui media sosial dinilai lebih mudah untuk dilakukan.

Sebagian besar Gen Z dapat menerima perbedaan opini dan memahami nilai-nilai komunikasi sebagaimana karakteristik “Dialoguer” yang mereka miliki. Mereka gemar berinteraksi dengan pengguna lain termasuk dalam hal ini adalah partai politik atau politisi. Diskusi antara partai politik atau politisi bersama Gen Z sudah seharusnya tidak perlu dihindari atau ditakuti. Justru cara inilah yang dijadikan sebagai kunci utama untuk menarik hati Gen Z. Parta Gerindra merupakan salah satu contoh partai politik yang terkenal mudah membaur di media sosial. Partai Gerindra seringkali terlibat dalam beberapa interaksi dan diskusi melalui akun base di Twitter bersama pengguna media sosial lainnya yang mayoritas adalah Gen Z, sehingga tak heran jika akun tersebut memiliki popularitas yang cukup tinggi.

Di era kemajuan teknologi saat ini Gen Z memiliki akses terhadap banyak informasi. Hal tersebut menjadi alasan mengapa Gen Z membuat keputusan yang penuh perhitungan dan praktis dibandingkan generasi sebelumnya. Gen Z dengan karakter “Realistic” menjadi salah satu tantangan bagi partai politik ataupun politisi dalam menjalankan kampanye. Kemudahan penyebaran informasi mengharuskan partai politik atau politisi untuk lebih berhati-hati dalam berperilaku baik di dunia nyata maupun melalui platform online. Suatu kesalahan yang fatal dapat berimbas besar kepada citra atau image yang sebelumnya telah diciptakan, sehingga kegiatan kampanye yang tengah dilakukan akan berujung sia-sia.

Semakin dekatnya pelaksanaan pemilu mendorong partai politik dan politisi untuk saling bersaing mengambil perolehan suara terbanyak. Pada saat ini kampanye menuju Pemilu 2024 mulai menyasar Gen Z, mengingat jumlah pemilih muda cukup mendominasi dan berpengaruh pada hasil akumulasi suara. Berbeda dengan generasi sebelumnya, kehidupan Gen Z tak lepas dari penggunaan teknologi. Hal ini membuat kampanye yang dilakukan untuk meraih hati mereka mengharuskan partai politik atau politisi untuk melakukan inovasi. Media sosial sebagai salah satu bentuk perkembangan teknologi dapat dijadikan wadah baru dalam melakukan kampanye. Mayoritas Gen Z yang menggunakan media sosial biasanya menjadi bagian dari komunitas online.

Komunikasi antarpribadi melalui media manapun penting untuk identitas sebagai manusia. Maka dari itu apabila dikaitkan dengan aspek politik, komunikasi melalui media sosial dapat dimanfaatkan sebagai sarana penyebaran pesan politik yang dikemas lebih menarik. Akan tetapi, mengingat Gen Z adalah generasi yang kompleks perlu untuk dicatat bahwa mereka memiliki karakteristik yang berbeda dari generasi sebelumnya. Menurut McKinsey (2018), terdapat empat komponen utama yang menjadi karakteristik dari perilaku Gen Z meliputi: “Undefined ID”, “Communaholic”, “Dialoguer”, dan “Realistic”. Suatu inovasi yang cerdas dalam menjadikan media sosial sebagai alat politik dapat menciptakan interaksi kuat yang membentuk ikatan sosial yang erat. Ikatan sosial yang timbul antara partai politik atau politisi dengan Gen Z tentu mempermudah mereka untuk bertukar gagasan, informasi dan menemukan persamaan motif dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian hal ini menjadi bukti bahwa untuk membentuk komunikasi politik yang efektif dan efisien tidak hanya dengan cara konvensional melainkan juga dapat dilakukan melalui media sosial.

Referensi

  • Francis, T., & Hoefel, F. (2018). ‘True Gen’: Generation Z and its implications for companies. Retrieved from McKinsey & Company: https://www.mckinsey.com/industries/con sumer-packaged-goods/our-insights/truegen-generation-z-and-its-implications-forcompanies
  • Picard, R. G. (2015). The humanisation of media ? Social media and the reformation of communication. Communication Research and Practice, 1(1), https://doi.org/10.1080/22041451.2015.1042421
  • Rogers & Snyder (2002). Manajemen Kampanye. Venus
  • Wahid Umaimah. (2016). Komunikasi Politik. Teori, Konsep, dan Aplikasi Pada Era Media Baru. Bandung: Simbiosa Rekatam

Tinggalkan Komentar

Komentar Terbaru

  • Seoranko

    It appears that you know a lot about this topic. I expect…

  • Felix Meyer

    Truly appreciate your well-written posts. I have certainly picked up valuable insights…

  • VIEW NEWZ

    Very interesting news information that doesn't make you bored, especially the latest…

  • BERITA MANTUL

    One of the rare natural phenomena that will occur next month is…

  • 168NEWS

    Several central banks have begun considering raising interest rates to control rising…

Chat WhatsApp
Butuh Bantuan?
Selamat datang di Portal Berita Paradeshi. Untuk memudahkan pembaca dalam memahami beragam informasi yang kami sajikan, baik dalam bentuk berita ataupun artikel, seluruh konten yang dihadirkan kami kanalkan dalam beragam rubrik.

Silahkan menghubungi kami untuk mengetahui informasi lebih lanjut