0 comment 84 views

Mahasiswa dan Politik Naif

So I start revolution from my bed,

Kalimat tersebut adalah pengalan lirik dari lagu berjudul, Don’t look back in anger dari band kawakan inggris bernama Oasis. Cukup menarik mengingat revolusi adalah sebuah gerakan besar yang kita kenal dijalan-jalan atau bisa jadi perlawanan bersenjata yang tujuannya hampir sama – sebuah perubahan besar-besaran dalam kurung waktu yang sesingkat-singkatnya.

Kata revolusi untuk sebagian kalangan mungkin akan lebih sering didengar keluar dari mulut mahasiswa atau yang suka menyebut dirinya sebagai aktivis kampus yang semesternya sudah berjilil-jilid (beberapa menganggap itu sebuah kebanggaan, sebab katanya perjuangan butuh pengorbanan). Entah disebuah media sosial, demonstrasi, karya sastra atau sebuah pengkaderan. Mahasiswa sangat identik dan dekat dengan kata tersebut.

Memulai revolusi dari tempat tidurku. Sebuah kalimat yang dapat diartikan dalam banyak hal, tapi saya lebih suka menyinggung perasaan para aktivis kampus yang katanya demokratis tapi dalam kenyataannya, disetiap sudut kampus, disetiap pengkaderan mahasiswa baru. Benar-benar kita akan ditampilkan pribadi seorang Hitler lengkap dengan praktik fasis dalam dirinya.

Indonesia butuh banyak revolusi. itu kalimat yang tak dapat dibantah, mengingat hari-hari ini kemiskinan dan tingkat pengangguran yang tinggi. Gizi buruk, penyimpangan hukum, aparat-aparat dan pejabat-pejabat yang korup, juga berbagai praktik pelanggaran HAM yang terus terjadi diberbagai tempat oleh oknum aparat-aparat bajiangan yang suka kita teriaki dengan kencang : “ACAB!” “1312!” Sambil mengangkat lengan kiri yang terkepal keatas dan berharap tak dibalas dengan gas air mata atau peluru panas yang membunuh. Pastinya dinegeri ini itu adalah harapan yang semu.

Tapi bukankah menjijikan jika kita bersikap rebel tapi dalam rumah sendiri kita adalah beban yang seharusnya disingkirkan dalam sebuah pergerakan revolusi yang dipimpin oleh ayah sebagai kepala rumah tangga atau ibu yang kerjanya marah-marah dipagi hari. Atau kita ternyata hanyalah beban tanggungan pengeluaran biaya akibat semester yang berjilil-jilid imbas dari sikap rebel demi gelar yang suci, Aktivis kampus; mahasiswa penggerak; pejuang demokrasi; atau senior tampan penuh tingkah keren, dan banyak lagi kebanggan fana yang didamba-dambakan oleh mahasiswa.

Organisasi kau urus baik-baik, petani kau suarakan dijalan-jalan, kenaikan harga kau bakar ban, mahasiswa baru kau ceramahi berjam-jam. Lalu bagaimana dengan dirimu? Sangat senang sekali bisa berdebat dengan para aktivis kampus tentang hal ini dan melihat betapa tidak karuannya pikiran dangkal seorang dengan sikap rebel yang amat tinggi. Kadang kala semua harus berbanding sama. Sebuah kerendahan hati diperlukan untuk mau melihat dalam dan jelas betapa kita tidak pernah konsisten dalam segala hal dan menunjukan betapa semuanya dapat berubah seiring kebutuhan yang semakin tinggi. Jangan berupaya melakukan perbuahan yang besar kalau kita sendiri tidak bisa menyelesaikan perubahan yang kecil, itu hanya akan menjadi sanggahan yang mantap untuk menyerang sikap rebel kita terhadap hal-hal yang besar. Bisa jadi menyelesaikan hal yang kecil terlebih dahulu akan menyelamatkan kita dari ketidakkonsistenan hidup, seperti anak gadis yang baru duduk dibangku SMA dan selalu binggung tetang apa yang harus ia lakukan agar mendapatkan banyak perhatian. saya menyebutnya sebagai politik naif, pastinya kata Naif yang dimaksud tak pernah merujuk kepada band besar yang bubar beberapa tahun yang lalu.

Melihat dari sudut pandang Max Weber, Politik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan Negara. Bisa diartikan Negara dan politik adalah dua saudara kembar indentik yang tak dapat dipisahkan. Namun saya bukan ingin membahas Negara dalam hal ini, melainkan melihat betapa politik kampus hari ini sangatlah tidak menunjukan konsistensi demokrasi dan kemanusiaan. Kita akan mengambil data kasus perpeloncoan yang sudah menjadi lingkaran setan didalam lingkup kebebasan pendidikan dunia kampus. Misalnya, ditahun 2023 disalah satu kampus negeri terbesar di Sulawesi tengah telah dilaporkan terjadi perpeloncoan dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh mahasiswa senior kepada mahasiswa baru dalam pengkaderan organisasi (sumber : instragram anakuntad.com). Hampir sebagian kampus negeri maupun swasta yang berada diluar pulau jawa masih menerapkan gaya lama untuk memperkenalkan kampus kepada mahasiswa baru dan melahirkan sebuah lingkaran yang berputar terus-menerus dalam bentuk pembalasan dendam dan menjelma menjadi lingkaran setan. Hampir sebagian kampus masih menerapkan peraturan gutingan rambut bagi mahasiswa baru, ada hanya dirapikan, namun sayang ada juga yang diwajibkan guntingan pendek (botak/plontos) kepada mahasiswa baru dan berbagai macam atribut yang merendahkan derajat mahasiswa sebagai pelaku pendidikan.

Kebebasan atas hak-hak manusia adalah tonggak utama berlangsungnya politik yang sehat disuatu Negara. Politik yang sehat tidak dibangun sewaktu kita telah terjun dalam dunia politik, melainkan dimulai saat kita masih muda. Segala sesuatu yang terlihat kecil mampu memberikan imbas yang besar kedepannya, itulah yang disebut sebagai butterfly effect, istilah yang sering digunakan dalam teori chaos untuk menjelaskan bagaimana perubahan kecil seperti gertakan sayap kupu-kupu mampu memicu hal yang besar seperti badai tornado di Amerika.

Kita bisa melihat jelas bibit para diktaktor selama ini tidak hanya dilahirkan dari kalangan militer saja melainkan juga dari dalam kampus. Jika jeli kita akan bisa melihat banyak mahasiswa atau mereka yang mengaku sebagai aktivis kampus, yang katanya selalu berlaku demokratis namun menanggalkan kebebasan-kebebasan para mahasiswa baru melalui kekerasan dalam OSPEK (yang hanya diganti namanya menjadi PKKMB) dan banyak pengkaderan-pengkaderan yang mengatas namakan tradisi lama.

Jelas kita bodoh jika pendidikan saja tak mampu mengubah pikiran kita untuk bisa melihat mana tradisi yang perlu dipertahankan dan mana yang tidak, melalui bagaimana tradisi itu memperlakukan manusia lain. Demokrasi seharunya tak bisa dilepaskan dari kemanusiaan, itulah yang menjadikan demokrasi sebagai sistem yang spesial sebab menghargai hak-hak manusia sebagai warganegara.

Demokrasi tidak selalu baik sebagai sistem. Itu benar mengingat tak ada satupun sistem yang sempurna entah dalam penerapannya atau dalam teori. Winston Churchill pernah berkata, batapa sistem Demokrasi itu buruk, hanya saja sistem demokrasi lebih baik dari banyak sistem lainnya yang lebih buruk. Sekarang kita membedah mengapa sistem lain tak lebih baik dari demokrasi. Komunis misalnya, sistem yang baik dalam hal idealisme karena menentang sistem perbudakan kapitalisme, namun begitu berdarah-darah dalam penerapannya. Jika kita melihat sejarah negara-negara komunis, kita tak bisa memisahkannya dari banyak tragedi berdarah yang dilakukan atas nama komunisme itu sendiri dan kepentingan penguasanya. Demokrasi lahir dari kesadaran bahwa dasar utama Negara adalah kebebasan terhadap hak-hak rakyatnya, bahwasanya dalam sistem bernegara tak ada posisi yang lebih tinggi dari rakyat.

Menilik lebih dalam dan melihat perkembangan kampus hari-hari ini, masihkah kita melihat demokrasi sebagai sistem yang baik dalam menghadirkan kemanusiaan? Malahan hari ini yang nampak adalah senior-senior kampus yang suka menyeruhkan kata demokrasi sambil mengangkat tangan kiri keatas. Namum sikapnya jauh berbeda saat menerapkan kepada junior-juniornya. Kita akan melihat seorang nazi jerman lengkap dengan kumis kotak kebanggaan ditengah. Betapa mereka tidak menghargai hak-hak juniornya sebagai manusia karena berpikir mereka lebih baik, lebih layak dihormati (fasis) dan menjadikan juniornya seperti budak yang bisa diperintah dengan gratis (lebih buruk dari kapitalisme). Jadi, tak perluh lagi menangkat tangan kiri keatas sambil berteriak, “hapuskan perbudakan kapitalisme!” Tentu tidak semua mahasiswa atau senior yang berlaku seperti itu, lainnya hanyalah oknum yang jika dikumpulkan bisa mencapai jumlah separuh mahasiswa di Indonesia. Itu terlalu Naif.

Bicara pemuda dan politik, mahasiswa seharunya menjadi tonggak kemanusian disetiap lingkup kehidupan bukan hanya pada peringatan-peringatan atau aksi-aksi damai untuk membelah teman-teman kita didearah-daerah konflik seperti Palestina, Ukraina atau Papua. Politik memang kotor dan selalu melahirkan orang-orang munafik yang hebat bersandiwara. Namun kita tak ingin seperti demikian, menjadi bagian dari politik naif. Kita mahasiswa seharusnya mengatasnamakan segala sesuatu bukan pada kepetingan organisasi, kampus atau kesenangan pribadi. Kita seharusmya berdiri sebagai dasar utama kemanusiaan. Memanusiakan manusia lain dengan menghargai hak-hak dan posisinya sebagai sesama manusia.

Kita sebagai mahasiswa seharusnya memiliki kerendahan hati untuk mau mengambil langkah pendekatakan tanpa kekerasan dengan membendung segala ego atau niat untuk memabalasakan dendam, dan bersama memutuskan lingkaran setan kekerasan dalam lingkup kampus sebagai cerminan kehidupan demokrasi. Itu dapat membebaskan kita dari segala bentuk kemunafikan, membebaskan kita dari kebodohan sebab mempertahankan tradisi kekerasan dan perbudakan yang bertahan sejak era kolonialisme. Membebasakan kita dari yang saya sebut sebagai politik naif.

Mulailah revolusi dari dalam kamarmu. Kembali pada kalimat diatas, kita disugguhkan sebuah kenyataan bahwa cukup memalukan mementingkan rumah tetangga tapi rumah kita sendiri hancur karena tak terawat, pastinya ini hanyalah sebuah gambaran untuk sesuatu yang lebih besar. Kita suka berteriak tentang perbudakan kapitalisme, namun dalam kampus itu sendiri yang adalah rumah kita, masih banyak terjadi perbudakan terhadap mahasiswa baru dan malahan lebih buruk dari kapitalisme karena selalu didasari rasa hormat yang dipaksakan oleh senior atau kata dengan kata lain mereka (mahasiswa baru) melakukan semua kemauan seniornya secara gratis (karena takut dikasari).

Dirumah kita sendiri (kampus) masih terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam hak-hak kemanusiaan. Kekerasan selalu dimaklumi sebagai alat melatih mental. Maka berhentilah ikut-ikut aksi kemanusiaan, sebab memalukan jika seorang yang katanya peduli kepada kemanusiaan juga menjadi pelaku atas pelanggaran hak kemanusiaan dikampus sendiri. Berhentilah membakar ban dalam kegiatan unjuk rasa peringatan demokrasi, sebab dirumah sendiri (kampus) kamu adalah Hitler (fasis) bagi adik-adik juniormu.

Perubahan tak bisa dilakukan dari hal yang besar, atau ajang-ajang yang dilakukan beramai-ramai, sebab kalau sendiri nyali selalu ciut. Perubahan membutuhkan kedisiplinan dan sikap disiplin akan lebih mudah jika dilakukan bersama dengan hal-hal yang kecil terlebih dahulu.

Mulailah revolusi dari dirimu sendiri. Lawan sikap-sikap fasisme. Lawan rasa angkuh untuk mau menghargai hak-hak manusia lain dengan secara sadar paham kita tidak memiliki derajat yang lebih tinggi dari manusia lainnya. Lawan segala bentuk kekerasan. Lawan perbudakan. Lawan setiap kemalasan. Lawan rendahnya literasi. Lawan ketimpangan keadilan. Lawan setiap bentuk perpecahan. Semua itu tidak akan mudah atau mungkin mustahil untuk dilakukan dari hal besar seperti Negara, tapi akan lebih mudah dilakukan dari kesadaran diri sendiri, dari kampus dan rumah sendiri. Atas sebuah dasar kepercayaan bahwa kita kaum muda adalah penerus bangsa, penerus perpolitikan di Indonesia. Kita adalah Negara itu sendiri, maka dari itu belajarlah sejak muda tak terjerumus dalam perpolitikan naif.

Semoga kedepannya, bukan hanya menjadi sebuah harapan saja melainkan aksi nyata, bahwa segala bentuk politik naif dalam kampus harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan keadilan.

Diakhir, biarlah paparan diatas menyadarkan kita segabai kalangan muda untuk berani menegur diri sendiri sejak sekarang, untuk masa depan bangsa yang lebih baik. Untuk lebih banyak lagi perubahan.

Salam kemanusiaan…

Tinggalkan Komentar

Komentar Terbaru

  • Seoranko

    It appears that you know a lot about this topic. I expect…

  • Felix Meyer

    Truly appreciate your well-written posts. I have certainly picked up valuable insights…

  • VIEW NEWZ

    Very interesting news information that doesn't make you bored, especially the latest…

  • BERITA MANTUL

    One of the rare natural phenomena that will occur next month is…

  • 168NEWS

    Several central banks have begun considering raising interest rates to control rising…

Chat WhatsApp
Butuh Bantuan?
Selamat datang di Portal Berita Paradeshi. Untuk memudahkan pembaca dalam memahami beragam informasi yang kami sajikan, baik dalam bentuk berita ataupun artikel, seluruh konten yang dihadirkan kami kanalkan dalam beragam rubrik.

Silahkan menghubungi kami untuk mengetahui informasi lebih lanjut