0 comment 61 views

Politik dalam Kaca Mata Gen Z

Politik Indonesia kini sedang penuh dengan kejutan. Diawali dengan putusan MK terkait batas usia calon presidan dan calon wakil presiden, dan berlanjut dengan majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Sebagian beranggapan Gibran telalu muda, sedang pengalaman sebagai Wali Kota Solo dirasa masih belum cukup untuk dijadikan bekal memimpin Indonesia.
 
Di luar segala hal yang bersangkutan dengan putusan MK dan kontroversi yang menyertainya, ada hal penting yang juga turut berjalan bersama kenyataan ini. Yakni, bergeraknya anak muda dalam kancah politik Indonesia, termasuk Gen Z. tidak dapat dipungkiri, isu-isu tersebut tentu menggelitik hati anak muda.
 
Menurut CSIS jumlah pemilih pada pemilu 2024 mendatang setengah lebihnya adalah masyarakat dengan kisaran usia di bawah 40 tahun. Dengan jumlah pemilih gen z sekitar 46 juta orang atau sekitar 22,85 persen. 
 
Siapa itu gen z? 
 
Gen z adalah mereka yang lahir pada rentang tahun 1995 – 2010. Generasi ini tumbuh di masa digitalisasi dan internet berkembang pesat. Karena faktor tersebut, menjadikan gen z memiliki beberapa karakteristik yang unik. Gen z tumbuh sebagai jiwa yang kritis tapi skeptis, tidak mudah percaya, overthinking dengan segala hal yang tidak pasti dan tidak suka pencitraan. Namun disisi lain mereka juga menjadi generasi yang cenderung flexibel, multitasking dan telah bersahabat dengan ketidakpastian tersebut.
 
Dengan karakteristik demikian, menjadikan partisipasi mereka terhadap politik meningkat. Karena dibanding dengan generasi sebelumnya, gen z lah yang lebih menguasai teknologi dan media sosial, tempat segala informasi termasuk politik berlalu lalang di manapun. Partisipasi tersebut berbanding terbalik dengan ketertarikan gen z terhadap dunia politik, yang di sebabkan beberapa faktor, baik dari internal dunia politik itu sendiri atau faktor lain yang dapat disimpulkan sendiri oleh gen z dari segala informasi yang mereka dapat.
 
Persepsi dan stigma buruk kiranya sudah melekat di mata gen z terhadap politisi Indonesia. Disamping banyaknya politisi yang terseret berbagai kasus ringan hingga berat, tampak pula bahwa para elit politik juga saling menjatuhkan. Politik hanyalah sebuah seni yang dibalut sedemkian rupa dan berbagai cara hanya untuk mendapat suara dari orang yang tidak mampu dan mendapat bantuan dana dari orang yang mampu. Lalu menjanjikan keamanan dan kesejahteraan kepada keduanya.
 
Minimnya ketertarikan ini juga berdampak pada minimnya konsep dan pengetahuan gen z terhadap dunia politik. Hingga membuat mereka memilih acuh terhadap dinamika politik negeri ini. Ditambah lagi cara penyampaian dan metode yang ditempuh oleh politikus gagal untuk menarik simpati gen z. Cara-cara mereka malah semakin memperlihatkan adanya dikotomi senior dan junior dalam dunia politik. Orang-orang yang tampil di politik saat ini masih belum bisa memberi kepastian kepada generasi muda berkarakter skeptis ini.
 
Dikotomi tersebut juga nampak dari cara kampanye yang tidak bisa menjangkau anak muda. Sejauh ini, konsep dan segala hal berbau politik masih seperti barang usang bagi gen z. Belum ada gebrakan yang benar-benar menyentuh hati dan pikiran mereka. Juga banyaknya elit politik senior yang menganggap anak muda sebagai anak kemarin sore yang belum pantas berkotribusi dalam perkara besar seperti politik.
 
Tentu hal ini sangat kontras dengan ekspresi politik anak muda 20 tahun silam yang bahkan berhasil menggulingkan otoriter kala itu. Bukan karena gen z merasa tidak bisa membuat perubahan pada negeri ini, tapi alasannya lebih pada rasa enggan ikut campur pada hal yang menurut mereka buruk, kotor dan manipulatif. Jika para politisi yang mereka tau saja tidak percaya dengan ucapannya sendiri, bagaimana mungkin berhasil meyakinkan gen z ini. 
 
Politik adalah sebuah keniscayaan karena yang memiliki otoritas perubahan tidak jauh dari legislatif. Tantangan sebenarnya bagi Indonesia adalah bagaimana mengispirasi anak muda untuk berpartisipasi di dunia politik dengan santun dan berkarakter. Bukan memaksa mereka untuk tunduk dengan aturan-aturan kuno yang tidak relevan lagi saat ini. Karena sejarah Indonesia adalah sejarah anak mudanya.

Referensi

  • https://pemilu.tempo.co/read/1792974/gen-z-dan-generasi-milenial-dominasi-pemilih-pemilu-2024-apa-perbedaan-kedua-generasi-ini
  • https://www.kompas.id/baca/riset/2023/07/16/optimisme-di-balik-keengganan-kaum-muda-berpolitik
  • Sebagian isi dari tulisan ini adalah ide atau pendapat pribadi penulis

Tinggalkan Komentar

Komentar Terbaru

  • Seoranko

    It appears that you know a lot about this topic. I expect…

  • Felix Meyer

    Truly appreciate your well-written posts. I have certainly picked up valuable insights…

  • VIEW NEWZ

    Very interesting news information that doesn't make you bored, especially the latest…

  • BERITA MANTUL

    One of the rare natural phenomena that will occur next month is…

  • 168NEWS

    Several central banks have begun considering raising interest rates to control rising…

Chat WhatsApp
Butuh Bantuan?
Selamat datang di Portal Berita Paradeshi. Untuk memudahkan pembaca dalam memahami beragam informasi yang kami sajikan, baik dalam bentuk berita ataupun artikel, seluruh konten yang dihadirkan kami kanalkan dalam beragam rubrik.

Silahkan menghubungi kami untuk mengetahui informasi lebih lanjut