Media sosial telah menjadi alat yang sangat penting dalam politik era saat ini. Dalam beberapa tahun terakhir, media sosial telah menjadi platform yang sangat efektif untuk kampanye politik dan memengaruhi opini publik. Bahkan, menjadi media favorit saat ini dengan jumlah pengguna yang terus bertambah. Pengguna media sosial bersifat terbuka, tidak dibatasi oleh usia dan jenis kelamin, mulai dari level individu, antar pribadi, small group, organisasi dan masyarakat menjadi pilihan utama dalam proses komunikasi manusia termasuk komunikasi politik (Wahid, 2016: 92). Untuk itu, media sosial lebih murah, efektif dan efisien dalam proses komunikasi politik.
Membicarakan konstituen generasi milenial dan Z hubungannya dengan pola atau karakter konsumsi jenis media komunikasi yang mereka gunakan, menunjukkan fakta bahwa kedua generasi ini merupakan generasi yang paling banyak menggunakan saluran komunikasi modern yang berbasis pada jaringan internet. Media sosial memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap dunia politik.
Media sosial yang tergolong ke dalam media yang dapat digunakan sebagai upaya menampilkan citra diri seorang termasuk para politisi. Banyak sekali varian internet (teknologi digital) yang dimanfaatkan untuk praktik demokrasi, seperti website, blog, media sosial, dan lain sebagainya. Semua varian itu dapat digunankan sebagai alat praktik demokrasi di dunia politik. Misalnya pemilihan umum bisa dilakukan dengan teknologi digital yang akhirnya dikenal dengan sebutan e-voting. Para kandidat calon juga bisa menggunakan teknologi digital lainnya sebagai alat kampanye. Mereka bisa membuat website dan blog yang berisi profil diri dari program kepemimpinannya jika terpilih nanti, biasanya berisi visi,misi dari parpol itu sendiri.
Dukungan publik bisa mereka galang melalui media sosial Facebook, Tik-tok, Twitter, Google, Instagram, dan lain sebagainya. Para calon kandidat juga bisa memanfaatkan media Youtube untuk kampanye audio-visual. Kini mereka tak perlu mencetak brosur atau mengeluarkan rupiah untuk memasang iklan di televisi yang biayanya jauh lebih mahal. Teknologi digital memberikan sebuah alternatif sebagai sarana kampanye yang murah dan efektif (Andriadi, 2017).
Di era digital, beriklan di media sosial mulai menjadi pilihan bagi para kontestan politik, termasuk di Indonesia. Hal ini disebabkan memiliki basis pengguna terbanyak di Indonesia. Data dari Digital 2023 Indonesia yang disusun We Are Social menunjukkan, pengguna Instagram mencapai 184,2 juta orang, Facebook 178,5 juta orang, dan Tiktok 150,8 juta orang. Dari ketiga platform ini, Instagram dan Facebook dimiliki perusahaan Meta Platforms.
Meta sejak Agustus 2020 memublikasikan nilai belanja iklan terkait topik sosial, pemilu, dan politik. Nilai iklan itu yang dimuat di Instagram dan Facebook. Data ini merupakan wujud komitmen keterbukaan Meta kepada publik terkait aktivitas perpolitikan. Dari data itu dapat ditelusuri seberapa besar belanja iklan bakal capres, partai politik, LSM, media massa, dan lembaga-lembaga publik. Sejak Agustus 2020 hingga 24 Oktober 2023, nilai iklan politik yang tercatat mencapai Rp 70,95 miliar dengan jumlah iklan yang tayang sebanyak 272.010.
Bentuk dan materi iklan biasanya berupa nama, nomor pasangan calon, visi, misi dan program, foto pasangan calon, juga logo dari partai politik. Startegi ini tentu dipakai guna memenangkan kompetisi politik yang terus bertebaran, untuk kepentingan partai politik tertentu.
Akses media sosial di era sekarang ini rentan untuk dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan dari berbagai asumsi masing-masing partai, yang seolah telah memberi ruang baru bagi generasi milenial dan Z untuk menyukseskan kampanye yang dinilai efektif. Sudah jelas media sosial terbukti memberikan dampak yang besar bagi perkembangan politik di Indonesia. Bahkan, dijadikan sebagai ajang adu popularitas pada pemilihan presiden 2024.
Ketika media sosial dijadikan alat politik dalam meraih simpati dan mengubah opini publik. Tanpa disadari banyak sekali masyarakat yang terbawa arus politik ini, sangat di sayangkan jika mereka tidak bisa mencerna dan menyaring berita-berita yang bahkan tidak benar adanya. Apalagi pada saat menjelang pilpres, masyarakat terpecah belah dengan berbagai propaganda politik. Hal ini yang menjadi timbul adanya konflik baik dari keluarga, kerabat dan teman sebaya. Oleh karena itu, mereka telalu menggebu-gebu akan pilihan pribadi yang dianggap pilihan mereka lah yang sudah perfect.
Salah satunya adalah melalui teknologi yang berbasis media sosial, karena akses yang mudah dan cepat yang dapat di jadikan penghubung antara komunikator politik dengan hal lain. Mereka mengakui bahwa membangun image yang lebih positif terhadap partai politik lebih efisien melalui platform digital media sosial. Apalagi media sosial seperti Tik-Tok, Twitter dan Instagram yang cepat sekali untuk memviralkan berbagai isu politik. Jangkauan penghubung yang luas dan efisien membuat media sosial adalah alternatif pilihan yang menjanjikan dalam melakukan branding partai. Dalam beragam situasi, para netizen tidak hanya berbagi pesan, tetapi juga menjadikan Ruang Publik Baru (New Public Sphere).
Peran media sosial dalam dunia politik ini, tentu bisa dijadikan sebagai media kampanye termasuk promosi partai politik dalam membagun citra positif suatu partai. Bahkan, menjelang Pemilu Legislatif, partai politik mulai semangat berlomba-lomba membuat akun-akun untuk melakukan kampanye terhadap partai dan caleg mereka.
Persebaran pemilih muda (Y dan Z) di Indonesia yang sangat luas tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi partai politik untuk dapat membangun saluran komunikasi yang efektif dan efisien.Tingginya jumlah pemilih generasi Y dan Z sangat besar, sehingga sangat berpengaruh. Membangun komunikasi politik yang baik dan efektif tentu menjadi pekerjaan rumah besar bagi semua partai politik jika mereka ingin mendapat suara dari pemilih generasi milenial dan Z.
Era digital media sosial berperan penting dalam pengembangan melek politik masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda baik Gen Y dan Z. Salah satu alasan mengapa masyarakat Indonesia harus melek politik yaitu dalam upaya membangun kualitas demokrasi suatu bangsa adalah dengan melek politik, mencari tahu kebenaran yang sebetulnya terkait politik di negeri ini, maka warga negara akan sadar hak dan kewajibannya sebagai anggota resmi suatu negara.
Berdasarkan riset IDN Research Institute. Dalam laporan bertajuk “Indonesian Millenial report 2019”, hanya 23,4 persen yang suka mengikuti berita politik. Namun, tidak dinyatakan bahwa pemilih millenial dan gen Z tersebut paham akan politik. Kaum millenial cenderung menganggap politik hanya untuk orang – orang yang kuno atau generasi tua “Old School”. Mau tidak mau pendidikan politik sudah selayaknya untuk diberikan, guna pemilih millenial ini hanya menjadi objek politik. Diharapkan pemilih millenial makin terbuka dan menyaring informasi dalam memandang isu-isu tentang politik. Sehingga kualitas pemilih millenial bukan hanya di bidang non politik saja yang menonjol.
Dilihat data dari Trans Media Sosial, karakteristik generasi milenial yang paling mencolok adalah mereka sangat menguasai gawai, teknologi serta aktif di media sosial. Data menyebutkan sekitar 80% generasi milenial mengakses media sosial setiap harinya. Melihat pemanfaatan yang dilakukan oleh pemilih millenial, untuk dapat memberikan pendidikan politik yang dapat diterima oleh kelompok millenial dan gen Z, kita harus terjun ke dunia nya atau dengan membingkai pendidikan serta kegiatan yang sesuai dengan porsinya.
Startegi untuk memenangkan kompetisi politik ini terus bertebaran, untuk kepentingan partai politik tertentu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 adalah sekitar 204 juta pemilih. Dari angka tersebut, sebanyak 52% atau 107 juta adalah pemilih muda, dengan rentang usia 17-39 tahun.
Jika dikategorikan lebih rinci, dari jumlah pemilih muda tersebut, kelompok generasi baby boomer (lahir tahun 1946-1964) adalah sebesar 13,73%, generasi milenial sebanyak 23,60% (lahir tahun 1980-1995), dan generasi Z (lahir tahun 1997-2000) sebanyak 22,85%.
Jumlahnya yang tinggi membuat pemilih generasi milenial dan Z menjadi salah satu aspek yang sangat berpengaruh terhadap penentuan hasil pemilu. Ini membuat generasi milenial menjadi bidikan Partai Politik (ParPol) untuk meguras suara elektoral. Guna dapat menggaet suara generasi milenial dan Z ini, partai politik perlu mempersiapkan diri dan memahami pola, karakter dan jenis konsumsi media komunikasi para pemuda (Gen Y dan Z).
Tak heran jika anak muda banyak yang terbius oleh isu politik yang belum jelas kebenarannya. Namun, isu politik itu bisa saja tidak benar terindikasi berita palsu atau “hoaks” yang di unggah oleh sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab. Bahkan, tak sedikit yang menyewa buzzer untuk menyebarkan isu politik yang memicu propaganda yang tak bermutu, sehingga munculnya fitnah dari berbagai partai politik. Media sosial seperti Twitter sudah banyak buzzer-buzzer politik yang sudah berkeliaran, untuk itu perlu sebagai masyarakat yang cerdas perlu memperluas edukasi diri tentang politik.
Internet memberikan kemudahan bagi orang orang diberbagai penjuru dunia dapat mengakses informasi yang sama. Oleh karena itu, bijak dalam ber media sosial harus tetap di terapkan di kalangan generasi milenial (anak muda), karena saat ini media sosial sangat rentan berita bohong atau hoax di tengah isu politik yang ramai.
Marketing politik terus dilakukan guna mempromosikan para calon kandidat, karena apakah isu yang tengah jadi buah bibir dari masyarakat di media sosial adalah termasuk strategi marketing politik atau tidak, strategi mengelabui atau tidak. Marketing politik akan terus terjadi sampai masa kampanye berakhir dan bahkan hingga pemungutan suara dilakukan. Oleh karena itu, sudah bukan hal asing lagi jika tak sedikit partai politik menggunakan cara-cara instan untuk merebut perhatian publik, khusunya anak muda.
Dampak positif penggunaan media sosial dalam partisipasi politik adalah mempermudah akses pengenalan program dari masing masing partai politik dan menarik partisipasi lebih banyak masyarakat, khususnya anak anak muda. Kedekatan generasi Y dan Z dengan internet telah menjadi kekuatan tersendiri bagi kelompok usia ini untuk membangun ruang virtual yang lebih demokratis dan patut di perhitungkan dalam peta perpolitikan Indonesia.
Tiga tantangan terbesar eskalasi politik Indonesia 2023-2024 antara lain, politik identitas, misinformasi, dan hate speech (Ujaran Kebencian). Tantangan-tantangan tersebut biasanya muncul pada platform-platform digital media sosial yang digunakan oleh masyarakat. Dunia politik Indonesia tidak pernah telepas dari berbagai pujian, saran, maupun kritik pedas dari seluruh kelompok masyarakat indonesia termasuk pengguna internet (netizen).
Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatas tantangan ini adalah ketegasan pemerintah dalam regulasi-regulasinya. Kesadaran untuk bisa menyaring berita politik dan membedakan mana yang benar atau tidak. Pemerintah bisa mengendalikan infrastruktur digitalnya dengan memperkuat regulasi dan perannya tanpa menabrak prinsip-prinsip demokrasi tentang kebebasan berpendapat dan seterusnya. Literasi digital menjadi kunci bagi Indonesia untuk melakukan mitigasi eskalasi politik yang terkait dengan identitas, misinformasi, dan ujaran kebencian (Hate Speech) di tahun politik 2023 menuju pemilu 2024.
Sikap-sikap yang berlebihan dan respons yang terlalu cepat terhadap dinamika politik di media sosial mesti diredam, jangan sampai masyarakat selaku pemilih malah menjadi pioner bagi terjadinya konflik di akar rumput atau aktor dalam kampanye hitam. Sudah saatnya menanggapi isu politik yang berubah-ubah dengan pola pikir akal sehat yang bijaksana.
Referensi
- https://news.detik.com/kolom/d-6937162/marketing-politik-di-media-sosial.
- https://www.kompas.id/baca/riset/2023/11/01/iklan-politik-di-media-sosial-ajang-adu-popularitas-pilpres-2024.
- https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/16536/05.1%20bab%201.pdf?isAllowed=y&sequence=6.
- https://www.unja.ac.id/milenial-melek-politik-kenapa-tidak/.
- https://theconversation.com/pdi-p-vs-psi-bagaimana-cara-kedua-partai-ini-memandang-pemilih-muda-dan-media-sosial-211341.
- https://www.lemhannas.go.id/index.php/publikasi/press-release/1788-gubernur-lemhannas-ri-tiga-tantangan-terbesar-eskalasi-politik-indonesia-2023-2024.
- https://ejournal.politik.lipi.go.id/index.php/jpp/article/download/1154/588.
- https://ojs.uma.ac.id/index.php/jppuma/article/download/2691/2297.
9 comments
very helpful for people gen z, dan dalam penulisan nya mudah dipahami bagi pembaca
top topic sih ini 💥
Terima kasih informasinya 🌸🌸
masyaAllah kerennyaaa
Menarik sekaliii pembahasannya
kerenn bangettt, harus juara sih ini mantapp
Keren sekali top topic sihh ini🤩
Topik yang diangkat cukup menarikk
kerennn