229
Tema yang diajukan dalam diskusi kita kali ini mengingatkan kita kembali tentang berbagai macam janji yang pernah kita dengar ketika musim kampanye berlangsung. Kesejahteraan bersama, kepentingan bersama, bonum commune, namun apa yang dijanjikan dan visi yang diimpikan ternyata hanya menjadi sebuah mimpi bagi banyak orang bahkan bagi si pembuat janji itu sendiri. Bagi John Rawls, keadilan merupakan keutamaan tertinggi manusia. Dalam buku A Theory of Justice, Rawls menegaskan bahwa keadilan merupakan keutamaan pertama dalam institusi sosial, sebagaimana kebenaran dalam sistem pemikiran. Suatu teori, betapapun elegan dan ekonomisnya, harus ditolak dan direvisi jika ia tidak benar, demikian juga hukum dan institusi, betapapun efisien dan rapinya, harus direformasi dan dihapus jika tidak adil.(Alwino, 2017) Hal ini terbukti dari berbagai macam permasalahan yang terjadi di negara kita seperti ; oligarki, konflik kelas antara kelas buruh dan perusahaan, konflik suku, konflik minoritas mayoritas agama dan sebagainya. Permasalahan itu baru sebagian masalah dari satu aspek yaitu aspek politik negara Indonesia. Masih ada banyak lagi masalah dari berbagai aspek lain seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan dsb.
Keadaan negara yang seolah-olah hanya menjadi lahan memperkaya diri bagi pemerintah membuat saya mulai pesimis dan mempertanyakan banyak hal. Misalnya saja mengapa perbedaan antara infrastruktur yang ada di jawa sangat berbeda jauh sekali dari infrastruktur yang ada di pulau lain? Mengapa Jokowi yang katanya telah membawa banyak kemajuan bagi negara kita tercinta hanya diam saja untuk beberapa masalah yang terjadi di negara kita? Akankah negara kita dapat bertahan dengan sistem negara kesatuan dan yang mencoba menyatukan masyarakatnya yang plural?
Berbagai macam pertanyaan ini muncul sebagai tanggapan dan sekaligus status quo diskusi kita kali ini. Terutama beberapa permasalahan yang terjadi di negara kita. Untuk itu, kali ini saya akan melihat masalah ini dari dua sudut pandang. Dari sudut pandang kognitif, keraguan ini muncul dari keragu-raguan akan kekuasaan yang seharusnya konstruktif malah bersifat destruktif. Legitimasi yang diberikan kepada pemerintah untuk mengelola berbagai macam sumber daya yang ada di negara malah digunakan mereka sebagai akses untuk mengeruk kekayaan negeri kita tercinta negara Indonesia. Mirisnya lagi hal ini bahkan dilakukan oleh Sebagian besar dari kalangan kita sendiri yang gila kekuasaan. Kondisi seperti ini membuat rakyat kita terutama rakyat kecil menjadi sangat tersiksa dan menderita karena termarginalisasikan di tanahnya sendiri. Hal ini menggugat kita semua untuk mulai berpikir apakah kita hanya diam saja ketika ditindas dan dijajah oleh bangsa kita sendiri? jawabannya tidak lain selain lawan dan berontak. Dengan kata lain, diskusi tersebut dapat mencerahkan kita dalam melakukan tindakan politis mengenai ikatan-tradisi pemahaman-diri dari kepentingan-kepentingan yang berelasi dengan apa yang mungkin dan layak secara teknis. Dengan kata lain, diskusi dapat membuat putusan menjadi praxis, sesuatu yang dapat diartikulasikan dan diinterpretasikan secara baru, serta memerlukan arah dan perluasan lebih lanjut mengenai akan ke mana diskusi diarahkan dalam upaya mengembangkan pengetahuan teknis di masa depan(Hariyanto, 2022).
KECACATAN SISTEM DEMOKRASI
Di dalam bukunya yang berjudul politica Aristoteles mengengemukakan beberapa sistem pemerintahan yang sekarang digunakan dalam pemerintahan di dalam negara-negara modern saat ini. Sistem-sistem pemerintahan tersebut antara lain monarki, oligarki, demokrasi, dan semacam aristokrasi(Fadil, 2012). Negara kita sendiri menganut sistem pemerintahan demokrasi yang mana kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat yang diwakili oleh dewan perwakilan rakyat atau DPR. Sistem demokrasi yang negara kita anut diharapkan dapat membawa kesejahteraan bersama lewat suara rakyat yang diwakilkan oleh DPR di Lembaga legislatif. Akan tetapi keadaan malah terjadi sebaliknya bukan kesejahteraan yang kita dapatkan melainkan ketidakadilan oleh kebijakan yang Pemerintah ciptakan. Kebijakan yang membawa ketidakadilan dan sarat akan kepentingan pribadi dinarasikan sedemikian rupa seakan-akan memuat kepentingan bersama didalamnya. Di dalam hal ini saya dapat memaparkan beberapa kebijakan pemerintah yang boleh dikatakan menyengsarakan rakyat seperti; omnibus law cipta kerja, putusan MK terkait batas usia wakil presiden, pindahnya Ibu kota ke Kalimantan dsb.
Kondisi ini membuat kita berpikir kembali dan bertanya apakah sistem negara kesatuan dan sistem demokrasi sudah tepat bagi negara plural dan kepulaan seperti negara kita. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sebenarnya tidak memerlukan jawaban, karena jawabannya sudah pasti tidak cocok. Aristoteles di dalam bukunya yang termasyur Politica bahkan mengkritik keras sistem pemerintahan demokrasi karena kebobrokannya. Sistem demorkrasi memang memiliki kelebihan yang mensejahteraakan karena kekuasaan tertinggi yang di pegang oleh rakyat. Namun kekurangan sistem demokrasi juga tidak kalah hebatnya. Di dalam sistem demokrasi siapa pun dapat memimpin bahkan orang bodoh sekalipun, sering kali jatuh ke dalam permasalahan mayoritas dan minoritas. Dengan berbagai kelemahan dan kecacatannya sistem demokrasi dinilai Aristoteles sebagai sistem yang gagal. Berbeda dengan sistem demokrasi yang dikritik habis-habisan, sistem aristrokrasi dinilai Aristoteles sebagai sistem yang paling ideal, karena kekuasaan dipegang oleh orang-orang yang bijaksana. Namun kekuarangan sistem ini juga perlu dikaji lebih dalam karena sering kali jatuh ke dalam nepotisme(Syifa dkk., 2022).
MATINYA OPOSISI DI NEGARA INDONESIA
Kritik di dalam kehidupan bernegara sebenarnya sangat penting terutama bagi negara kepulauan seperti kita. Kritik dapat membantu pemerintah maupun kita sendiri untuk melihat apakah distribusi, Pembangunan infrastruktur, Pendidikan dan lain-lain sudah merata atau belum. Dengan begitu hal-hal yang tidak dinginkan seperti tidak meratanya Pembangunan dan ketidakadilan dapat dihindari. Kritik dapat membantu kita untuk mengobservasi kebijakan-kebijakan yang ada serta membantu kita untuk melakukan cross chek and balance supaya Pembangunan bisa berjalan lancar. Itulah peran kritik di dalam kehidupan bernegara, dan dalam sistem demokrasi peran untuk mengkritik kebijakan pemerintah supaya terjadi proses cross chek and balance adalah peran oposisi.
Untuk mengerti lebih dalam tentang peran oposisi dalam proses cross chek and balance ada baiknya kita mengenal dulu apa itu oposisi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) oposisi adalah partai penentang dewan perwakilan dan sebagainya yang menentang dan mengkritik pendapat atau kebijaksanaan politik golongan yang berkuasa. Kata oposisi berasal dari bahasa Inggris “opposition” yang berarti berlawanan. Dalam dunia politik, oposisi adalah partai penentang di dewan perwakilan, yang menentang dan memberi kritik kepada politik golongan yang berkuasa (detiknews.com,2023). Untuk itu dapat dikatakan bahwa peran oposisi dalam dunia politik sangat penting karena oposisi dapat memberi keseimbangan lewat kritiknya supaya pemerintah tidak bertindak semaunya. Namun ketika rezim orde baru memerintah budaya oposisi dianggap sebagai hal yang tabu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi setelah Berhembusnya angin reformasi membawa pada suatu perubahan bahwa budaya oposisi tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang perlu untuk dihindari, bahkan justru saat ini dianggap sebagai suatu kebutuhan. Hal ini dapat dilihat pada perkembangan akhir-akhir ini, dengan makin marak munculnya partai-partai baru sebagai salah satu indikator bagi mulai diterimanya budaya oposisi oleh masyarakat Indonesia(Wisarja & Sudarsana, 2017).
Akan tetapi 25 tahun setelah reformasi budaya yang menganggap oposisi sebagai sesuatu yang tabu masih tetap saja ada. Keadaan ini membuat peran oposisi menjadi mati dan kritik tidak dapat diungkapkan secara leluasa. Hal ini membuat demokrasi di negara kita menjadi tidak seimbang dan pemerintah dapat bertindak semaunya. Salah satu contoh dari kesewang-wenangan pemerintah dan cacatnya demokrasi karena matinya oposisi adalah putusan MK terkait batasan usia cawapres.
SELUBUNG KESEJAHTERAAN SEMU DAN KONDISI NEGARA INDONESIA SAAT INI
Setelah Sembilan tahun menjabat sebagai presiden republik Indonesia, Joko Widodo beserta kabinet-kabinetnya telah berhasil mensejahterakan rakyat di negara kita. Hal ini terbukti dari hasil survei kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan yang melebihi tujuh puluh persen. Setidaknya itu yang kita dengar dan kita baca di media massa dan dari para buzzer di media sosial. Namun apakah benar kita telah mencapai kesejahteraan seperti yang diberitakan oleh kebanyakan media massa maupun online. Untuk itu saya akan memaparkan beberapa fakta terkait kondisi negara kita saat ini Adapun catatan-catatan kelam tersebut juga terkait dengan keadilan, kebebasan, dan hak rakyat yang diinjak-injak oleh aparat pemerintah.
Misalnya saja tragedi kanjuhruan, sengketa lahan di Kalimantan Tengah yang menyebabkan meninggalnya salah satu demonstran (www.cnnindonesia.com, 2023)., kasus pulau rempang (www.kompas.id,2023), tragedi kanjuruhan (news.detik.com,2022), dan masih banyak lagi. Keadaan negara yang seakan kehilangan arah bahkan terkesan meningalkan rakyatnya membuat kita berpikir dimana keadilan? Dimana kebebasan? Dimana kesejahteraan? Apakah semua yang ada hanya omong-kosong pemerintah untuk tetap mempertahankan kekuasaannya.
Kita telah dikhianati, ditipu, dan ditinggalkan, bahkan sudah puluhan tahun berlalu tetapi kondisi kita masih saja sama yaitu memprihatinkan. Sebagai warga negara dari negara plural kita selalu di nomor duakan. Kita selalu dianggap atau bahkan sengaja dimarginalisasikan. Padahal kekayaan negara kita selalu dikeruk setiap tahunnya demi menunjang kehidupan serta kepentingan dari Sebagian kalangan saja. Kita kelaparan di lumbung padi kita sendiri. Kebijakan yang mereka (pemerintah) buat bukannya demi kebaikan kita malah menyengsarakan kita. Di dalam keadaan seperti ini sampai kapan kita harus diam, sampai kapan kita harus memaksa mata kita melihat ketimpangan yang terjadi di negara kita.
GERAKAN MORAL GENERAZI Z UNTUK PERPOLITIKAN INDONESIA
Dalam karyanya yang berjudul La Trahison des Clercs, seorang filsuf dan novelis asal Perancis, Julian Benda pernah mengungkapkan bahwa para kaum terpelajar yang terlibat dalam dunia perpolitikan adalah wujud dari “Pengkhianatan Intelektual” (Pramusinto, 2016). Hal ini tidak terlepas begitu banyaknya cendikiawan ideal dari zaman dulu hingga saat ini melepaskan fragmen penting dalam kesejahteraan sebuah bangsa yakni nilai-nilai moral kehidupan. Jika harus menapak tilas cendikiawan ideal secara khusus di Indonesia, maka kita bisa berkaca pada sosok yang dikenal dengan nama So Hoe Gie dan Soe Hok-djin (Arief Budiman). Mereka adalah dua orang saudara yang kuliah di Universitas Indonesia dan terkenal dengan gagasan moralitas yang senantiasa diusung.
Adapun beberapa batasan yang harus dipahami dalam gerakan moral ini adalah gagasan moral itu selalu menolak untuk membangun sebuah aliansi baik dengan gerakan rakyat maupun politik massa, tanpa ada ambisi dan kepentingan pribadi terhadap kekuasaan, pergerakan lebih berupa koreksi dan peringatan dan terakhir mereka lebih suka disebut sebagai agent of change (Pramusinto & Yuyun, 2016). Hampir dari setiap perjuangan yang dilakukan tidak pernah dilandasi oleh komitmen dan prinsip penting demi kebaikan hidup bersama. Tidak perlu sumbangsih dan selalu menghindarkan diri dari kepentingan politik, itulah jiwa gerakan moral. Hal ini kiranya selaras dengan apa yang diharapkan oleh Julian Benda, bahwasanya pengetahuan intelektual yang telah ditempuh benar-benar murni diaplikasikan hanya untuk mendukung dan membuka ruang demi mengatasi persoalan sosial dan politik.
Cita-cita gerakan moral adalah kebebasan privat yang tidak lagi mengancam aspek sosial maupun ekonomi. Oleh karena itu, gerakan moral sama sekali tidak mengancam status quo, walaupun pada titik tertentu memerahkan telinga penguasa. Namun, itu adalah hal yang memang harus dilakukan atau sebuah situasi yang disebut conditio sine qua non (kondisi yang tidak bisa tidak). Kaum muda saat ini perlu melakukan upaya transformatif terlebih dalam upaya memukul mundur berbagai macam kepentingan politik yang tidak lagi sehat. Sudah saatnya kaum muda membawa keseimbangan semangat baru untuk memurnikan kembali kebijakan politik yang harusnya semakin etis.
KESIMPULAN
Pada akhir artikel ini, kita dapat menyimpulkan bahwa situasi politik Indonesia menghadapi banyak tantangan yang serius. Isu-isu seperti oligarki, pembangunan yang tidak merata, dan ketidakadilan politik menimbulkan keraguan terhadap janji dan visi para pemimpin untuk kemajuan negara.Kritik terhadap sistem demokrasi juga bermunculan, dengan merinci kelemahan-kelemahan seperti undang-undang penciptaan lapangan kerja yang komprehensif dan keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai batasan usia bagi wakil presiden.
Bahkan ketika demokrasi telah berkembang pasca reformasi, keberlanjutan budaya oposisi masih menjadi persoalan, terutama dalam menghadapi keputusan-keputusan Mahkamah Konstitusi yang kontroversial.Penilaian realitas kesejahteraan juga bermunculan yang mempertanyakan sejauh mana keberhasilan pemerintahan Joko Widodo tercermin dalam kondisi dunia nyata, seperti yang dibuktikan dengan tragedi Kanjuruhan dan konflik pertanahan di Kalimantan Tengah. Menyikapi hal tersebut, muncullah gagasan gerakan moral Generasi Z sebagai solusi yang mengedepankan kebebasan individu tanpa mengancam struktur ekonomi dan sosial.Oleh karena itu, artikel ini mencerminkan perlunya pemikiran kritis, keseimbangan kekuasaan, dan peran aktif generasi muda dalam membentuk masa depan politik Indonesia.
Daftar Pustaka
- Alwino, A. (2017). Diskursus Mengenai Keadilan Sosial: Kajian Teori Keadilan dalam Liberalisme Locke, Persamaan Marx, dan “Justice as Fairness” Rawls. MELINTAS, 32(3), 309.
https://doi.org/10.26593/mel.v32i3.2696.309-328 - Fadil, M. (2012). Bentuk Pemerintahan dalam Pandangan Aristoteles. 3(1).
- Hariyanto, G. (2022). Sistem dan Dunia-Kehidupan menurut Jürgen Habermas. 1.
- https://news.detik.com/berita/d-6949145/oposisi-adalah-pengertian-konsep-dan-fungsinya di akses pada tanggal 7 November 2023 pukul 8:00 WIB
- https://www.cnnindonesia.com/nasional/20231007145514-12-1008332/ylbhi-warga-bangkal-seruyan-ditembaki-saat-aksi-diduga-seorang-tewas di akses pada tanggal 7 November 2023 pukul 8:10 WIB
- https://www.kompas.id/baca/riset/2023/10/08/menyelesaikan-kasus-rempang-dengan-mengedepankan-aspek-ham di akses pada tanggal 8 November 2023 pukul 8:30 WIB
- https://news.detik.com/berita/d-6324274/tragedi-kanjuruhan-kronologi-penyebab-dan-jumlah-korban di akses pada tanggal 9 November 2023 pukul 9:00 WIB
- Pramusinto, A., & Yuyun (Ed.). (2016). Indonesia Bergerak 2; Mozaik Kebijakan Publik di Indonesia. Pustaka belajar.
- Syifa, S. N., Rahardianto, R. D., Ramadhan, S. N., Sultan, R., & Fitria, S. D. (2022). Bentuk Pemerintahan dalam Pandangan Aristoteles serta Bentuk dan Sistem Pemerintahan di Indonesia Menurut Undang – Undang Dasar Tahun 1945.
- Wisarja, I. K., & Sudarsana, I. K. (2017). Praksis Pendidikan Menurut Habermas (Rekonstruksi Teori Evolusi Sosial Melalui Proses Belajar Masyarakat). IJER (Indonesian Journal of Educational Research), 2(1), 18. https://doi.org/10.30631/ijer.v2i1.33
Impressive posts! My blog Article Home about SEO also has a lot…