LATAR BELAKANG
“Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segitiga warna selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk! Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak- banyaknya keringat”. Salah satu kutipan bersejarah yang pernah diucapkan oleh presiden pertama Republik Indonesia yang hingga saat ini kerap digunakan sebagai kalimat pemantik pemuda dan remaja Indonesia. Kutipan terserebut seakan-akan memberikan gambaran betapa dahsyatnya kemampuan serta peranan seorang pemuda dalam mengguncang dan memajukan negeri tercinta ini.
Lalu, siapa itu pemuda? Apakah seorang yang lahir diera digital yang dibesarkan dengan teknologi yang sudah ada, sehingga memiliki tingkat keterampilan teknologi sejak dini? Dalam membuat definisi pemuda tentu memiliki banyak aspek yang banyak dijadikan sebagai landasan baik ditinjau dari segi umur, penampilan, pandangan hidup, lingkungan maupun perubahan dari teknologi yang sudah canggih saat ini. Menurut Mukhlis (2007:1) “Pemuda adalah suatu generasi yang dipundaknya dibebani bermacam-macam harapan terutama dari generasi lainnya. Hal ini dapat dimengerti karena pemuda diharapkan sebagai generasi penerus, generasi yang harus mengisi dan melangsungkan estafet pembangunan secara berkelanjutan”. Oleh sebab itu kita sebagai generasi gen Z harus mempersiapkan diri untuk menghadapi era digitalisasi.
Menurut Silih Agung Wasisa, kehadiran media baru berbasis digital membuat informasi politik tidak hanya semakin pasif tetapi juga terdistribusi dengan cepat dan bersifat
interaktif dengan karakteristiknya itu tidak sedikit faktor politik di sejumlah negara memanfaatkan media sosial proses kampanye politik. Media sosial dalam konteks ini tidak di lihat dari sudut pandang gerakan dan pencitraan. Maksud dari konteks ini, bagaimana sosial media memberikan pengaruh terhadap pilihan politik dalam kerangka sistem demokrasi dan menjelaskan bagaimana Instagram, Tik Tok, Youtube dan lain sebagainya sabagai media sosial yang dapat mempengerahui dan membentuk presepsi publik dan sandaran publik untuk menentukan pilihannya. Media sosial memiliki potensi yang lebih besar dalam produksi dan persebaran informasi secara lebih efektif. Dengan kemampuan demikian, media sosial tentunya dapat berperan aktif dalam penguatan demokratisasi.
PERMASALAHAN
Di era digital ini, pengunaan internet khususnya media sosial tidak melulu menampilkan tentang eksistensi diri seperti di (youtube, Instagram, twitter dan Tik Tok), berwirausaha, melainkan dapat digunakan untuk hal yang lainnya seperti update terhadap perkembangan dunia atau zaman dan ikut serta dalam berpatisipasi mengenai isu politik. Partisipasi politik disini maksudnya ialah bentuk keterlibatan warga negara secara personal dan keterlibatan sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kegiatan politik dengan bermacam-macam level pada sistem politik. Hal ini berfungsi untuk mempengaruhi kebijakan politik dan kebijakan yang menyangkut banyak orang dari segala sisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu golongan yang menjadi perhatian dalam angka partisipasi ini adalah para pemilih pemula. Yang mana mereka sangat rentan untuk digerakkan dan diintervensi oleh kelompok yang berkepentingan dalam mencapai tujuan politik. Padahal mereka merupakan bagian awal untuk mengenal kehidupan berdemokrasi dalam menyalurkan pilihannya. Tingkat penasaran dan antusiasme dalam kelompok ini cenderung tinggi dan menjadi momentum mereka sebagai bagian dari penyelenggara negara yang berdemokrasi. Akan tetapi, di era demokrasi digital ini mereka yang termasuk dalam pemilih pemula menjadi tantangan tersendiri dalam pemberiaan edukasi politik atau pendidikan politik. Yang mana persyaratan untuk mereka agar bisa memilih harus berusia 17 tahun keatas. Pada era distupsi yang tengah terjadi pada mereka yang berusia 17 tahun saat ini tergolong dalam generasi gen Z, yaitu generasi yang lahir dalam rentang tahun 19995 sampai dengan tahun 2010 masehi. Perbedaan karakteristik yang sangat mendasar dan signifikan antara generasi Z dengan
generasi lainnya adalah penguasaan informasi yang secara langsung sudah bersentuhan dengan berbagai macam kecanggihan teknologi digital, internet dan media sosial.
Media sosial memainkan peran lebih besar selain sebagai sumber informasi, bisa juga sebagai ruang berkomunikasi dengan lingkaran internal yang sifatnya privasi, sekaligus sebagai bahan diskusi yang sifatnya publik. Sadar atau tidak sadar, perkembangan teknologi digital khususnya media baru dan media sosial mempengaruhi partisipasi politik masyarakat. Jika dulu partisipasi politik dilakukan secara “tradisional” (tanpa pengunaan media baru), namun sekarang partisipasi politik juga dapat dilakukan di media baru bahkan media sosial. Partisipasi tradisional yang dahulu sering dilakukan seperti berbicara tatap muka dengan kerabat mengenai isu politik, demo, kampanye dan sebagainya, kemudian bertransformasi menjadi partisipasi online yaitu saling beradu argumen atau pendapat dikolom komentar sosial media, mengkampanyekan pemimpinan pilihannya melalui unggahan kontennya di media sosial, hingga yang bersifat non konvensional seperti membuat konten untuk menjatuhkan kandidat lainnya. Sehingga bisa di lihat secara disengaja atau tidak, dengan ikut sertanya warga dunia maya terlibat aktivitas politik di media sosial, mereka sudah melakukan partisipasi politik daring. Semua kalangan tanpa terkecuali memiliki porsi yang sama untuk dapat berpatisipasidalam hal isu politik. Apalagi ditambah dengan kecanggihan teknologi zaman sekarang sehingga sangat memudahkan setiap orang untuk berekspresi, terutama generasi Z yang sudah memenuhi syarat hak untuk memlih atau hak pilih.
Indonesia sebagai negara demokrasi kekuatan sejatinya bukanlah terletak pada negara atau pemerintahannya, akan tetapi pada warga negaranya. Di negara demokrasi rakyat menjadi penentu siapa yang menjadi penguasa dan mengatur kehidupan khalayak umum. Sumber daya manusia merupakan aset dan investasi yang besar dalam sebuah negara demokrasi karena akan menjadi penentu bagaimana jalannya pemerintahan dimasa mendatang yang secara langsung akan menetukan keberhasilan suatu bangsa.
PEMBAHASAN / ANALISIS
Menurut hasil riset yang dilakukan Wearesosial Hootsuite per Januari 2020 diketahui bahwa data jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 64%, atau sekitar 175,4 Juta orang dari total populasi sebesar 272,1 Juta orang. Di mana 59% atau sekitar 160 juta orang tercatat aktif mengunakan media sosial (Kemp, 2020). Tidak hanya itu, Wearesosial Hootsuite juga menyebutkan bahwa data terkait pada kategori umur dari pengguna media sosial tersebut. Dari hasil survei yang ia dapatkan bahwa kelompok umur yang tertinggi mengakses media sosial dengan usia 25-34 tahun sebanyak 35,4 % dari jumlah total yang mengakses media sosial. Disusul oleh kelompok umur 18-24 tahun dengan persentase 30,3%, yang dikenal dengan sebutan generasi Z. Kemudian jika ditinjau dari aspek durasi dan jenis media sosial, dapat dilihat dari riset mandiri yang dilakukan oleh Tirto.id terhadap 1.201 responden di Jawa-Bali (Gerintya, 2018). Riset tersebut menemukan bahwa 34,1% responden menghabiskan waktu 3-5 jam untuk mengakkses internet perharinya. Bahkan, 19,3%-nya menghabiskan waktu sekitar 6-8 jam, dengan aplikasi yang paling sering dikunjungi adalah Instagram, Wa, Youtube, Tik-Tok dan lain-lain. Berbagai alasan aplikasi ini sering dibuka diantaranya ialah karena aplikasi ini sangat menarik, memberikan inspirasi, unggul, baik dari segi informasi terbaru maupun untuk dimanfaatkan sebagai sumber ekonomi bagi pengguna. Sehingga tidak heran lagi bahwa generasi Z, menjadikan media ini sebagai salah satu arena pertarungan yang sangat penting dalam momentum politik.
Ditinjau dari perkembangan media komunikasi di Indonesia dibagi menjadi 3 macam:
1. Media lama
Media lama adalah sebuah terminologi yang digunakan untuk merujuk pada suatu bentuk media massa yang tidak banyak mengandalkan teknologi internet dalam aktivitasnya sehari- hari. Diantarannya televisi, radio, surat kabar dan lain. Yang mana media ini sangat banyak diakses dan dimiliki oleh orang di dunia termasuk Indonesia. Media ini apabila dibandingkan dengan perkembangan media baru menurut beberapa pihak kurang menarik digunakan. Akan tetapi media ini tidak dapat ditinggalkan begitu saja secara harfiah. Media ini mulai banyak ditinggalkan oleh orang-orang tetapi tidak seutuhnya ditinggalkan. Perkembangan teknologi nyatanya mampu menerobos perangkat-perangkat media lama sehingga menghasilkan daya saing tersendiri. Misalnya munculnya TV LED, radio streaming, e-paper dan lain sebagainya. Peralihan dan perkembangan teknologi tersebut menyesuaikan tema masa kini dan peralihan ke media baru masih banyak hambatan khususnya di Indonesia, karena masalah insfrastruktur dan masalah ekonomi.
2. Media baru
Media baru adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menyebutkan suatu jenis media yang berbeda dengan media sebelumnya, dengan ciri khas utama adalah mengandalkan pada jaringat internet sebagai media distribusi utama pesan-pesan yang ada pada media tersebut. Secara historis, istilah media baru mulai muncul sejak munculnya era internet. Media baru merupakan sebuah jenis media yang dihasilkan dari proses digitalisasi dari perkembangan tekonologi dan sains. Salah satu yang dapat disebut sebagai media baru ialah internet. Internet adalah sebuah jaringan komputer yang meliputi seluruh dunia dan beroperasi berdasarkan protokol tertentu yang disepakati bersama. Sejak internet muncul, perkembangan media sosial mulai pesat. Media sosial hadir menggantikan media komunikasi konvensional karena kemudahannya dalam terhubung ke berbagai orang di belahan dunia dengan cepat, tanpa batas, dan juga mudah.
3. Media Sosial
Media sosial adalah suatu jenis media tersendiri, akan tetapi fungsi media massa masih dapat ditemui pada media sosial ini walaupun tidak seluruhnya sama. Aktivitas media didukung dengan adanya jaringan komunikasi yang menghubungkan dua perangkat atau lebih komputer yang mampu melakukan transfer data, instruksi dan informasi mengunakan jaringan- jaringan internet sehingga media sosial dapat saling terhubung dengan baik selama jaringan yang mereka gunakan terus menyala dengan sempurna. Dari adanya media sosial ini tentunya terdapat efek media sosial atau pengaruh media sosial yang juga perlu untuk diwaspadai.
Ditinjau dari tata cara yang dapat dilakukan, pembelajaran tentang pendidikan politik pada generasi generasi Z di era distrupsi, dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu :
1. Pendidikan formal
Pendidikan formal atau sekolah menawarkan beragam pilihan pembelajaran dan komitmen yang berkaitan dengan topik politik. Setiap orang lebih mudah untuk mempelajari atau memahami tentang konsep-konsep politik lembaga persekolahan. Sekolah mempunyai sistem kurikulum yang sudah ditentukan dan direncanakan dengan baik. Sistem itulah yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk mempelajari dunia politik dengan baik karena menunjang proses penanaman dan pembentukan kesadaran politik pada siswa maupun mahasiswa di bidang politik. Selain itu pendidikan politik juga berpengaruh terhadap pertumbuhan pola pikir dan soft skill seorang pelajar. Sehingga akan berdampak positif terhadap lingkungannya,. Pendidikan adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kondisi pertumbuhan dan perkembangan hidup. Sekolah mampu mengubah perilaku yang lebih baik bagi seorang pelajar yang berguna untuk bekal menjadi warga yang kaya akan pengetahuan dalam kehidupan masyarakat. Dengan pendidikan seorang pelajar bisa menentukan mana yang harus dilakukan dengan meminimilisir dampak buruk dalam bertindak. Pendidikan juga memiliki peran penting untuk meningkatkan kesadaran politik seseorang dalam lingkungan masyarakat secara umum. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi kesadaran politiknya. Demikian sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka semmakin rendah tingkat kesadarannya dalam politik. Pemahaman pendidikan di sekolah didapatkan melalui pembelajaran pendidikan Kewarganegaraan. Sedangkan untuk tingkat mahasiswa didapatkan melalui pembelajaran Pendidikan Karakter. Di mana menjadi notabene pendidikan politik yang membahas terkait kajian tentang demokrasi politik. Pembelajaran ini secara khusus mendidik seorang pelajar untuk menjadi warga negara yang baik, karena materi yang diajarkan berupa kaidah-kaidah atau nilai-nilai budi pekerti luhur yang merujuk pada nilai- nilai Pancasila serta Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Media Sosial
Perubahan zaman membawa kita pada era digital di mana media sosial merupakan hal yang tidak dapat tepisahkan lagi dalam kehidupan. Media sosial dan generasi Z memiliki hubungan yang sangat erat. Hal ini bisa dibuktikan melalui hasil penelitian melalui survei bahwa mayoritas anak muda menghabiskan waktu 8-10 jam untuk bermain media sosial dalam setiap harinya. Oleh sebab itu segala hal yang ada di dalamnya dapat mempengaruhi pola pikir dan cara pandang para generasi muda. Hal ini tidak terkecuali dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan politik. Media sosial dapat menjadi sarana sebagai pendidikan politik jika digunakan dengan baik, dengan membuat konten terkait yang mengenalkan tokoh- tokoh politik atau segala sesuatu yang berkaitan dengan politik agar dekat dengan kehidupan generasi muda.
Media sosial sebagai sarana pendidikan politik akan dapat menjangkau generasi muda ys ang lebih luas, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat mendapatkan pendidikan politik. Pendidikan politik sangat berguna dalam kehidupan diantaranya untuk meningkatkan pengetahuan rakyat agar bisa berpastisipasi secara maksimal dalam sistem politik dan untuk memahami kedaulat rakyat atau demokrasi, dalam menjalankan tugas partisipasinya sebagai rakyat yang mencintai tanah air. Bentuk-bentuk pendidikan politik dapat dilakukan melaui: a) Bahan bacaan seperti surat kabar, majalah, dan lain-lain bentuk publikasi masa yang biasa membentuk pendapat umum; b) Siaran radio dan televisi (audio visual media); c) Lembaga atau asosiasi dalam masyarakat seperti masjid atau gereja tempat menyampaikan kutbah, dan juga lembaga pendidikan formal ataupun informal. Sedangkan berdasarkan jenisnya pendidikan politik terbagi atas dua jenis, yaitu : a) proses yang bersifat laten atau tersembunyi dimana kegiatannya dilakukan berlangsung dalam lembaga-lembaga sosial non politis seperti lingkungan keluarga, lingkungan sosial dan keagamaan, lingkungan kerja maupun lingkungan sekolah atau kampus. b) Proses yang bersifat terbuka di mana aktivitasnya berlangsung dalam lembaga politis tertentu (termasuk pemilu dan perangkat-perangkatnya). Menurut Kaplan dan Haenlein ada enam jenis media sosial :
1. Proyek kolaborasi
Situs ini memungkinkan pengguna untuk dapat mengubah, menambah, atau menghapus sedikit konten-konten yang tersedia di website ini. Contohnya wikipedia.
2. Blog dan microblog
Pengguna bebas untuk mengekspresikan sesuatu dalam blok ini seperti ventilasi atau mengkritik kebijakan pemerintah. Misalnya twitter.
3. Konten
Pengguna situs ini pengguna mengklik setiap saham konten-konten media, seperti video ebook, gambar, dan lain-lain. Situs jejaring sosial misalnya youtube, tiktok dan instagram.
4. Situs jejaring sosial
Aplikasi yang memungkinkan pengguna untuk terhubung dengan membuat informasi pribadi sehingga dapat terhubung dengan orang lain. Informasi yang bisa menjadi seperti foto-foto contohnya facebook, wa, intasgram dan tiktok.
5. Virtual game world
Sebuah dunia maya, di mana lingkungan 3D mengreplikasikan pengguna bisa datang dalam bentuk yang diinginkan dan berinteraksi dengan orang lain di dunia nyata. Misalnya game online.
6. Virtual sosial world
Virtual dunia di mana pengguna merasa hidup di dunia maya seperti dunia game virtual, berinteraksi dengan orang lain. Namun, dunia virtual sosial lebih bebas dan lebih kearah kehidupan, seperti second life.
Ditinjau dari pendidikan politik bagi generasi gen Z terdapat empat peran pendekatan pemilu yaitu :
- memaksimal peran generasi muda pada pengembangan demokrasi melalui sosial media. Hal ini dikarenakan mereka tumbuh dan berkembang sebanding dengan perkembangan teknologi. Keterlibatan gen Z pada media sosial misalnya pada pembahasan isu-isu politik, dari sini mereka bisa membedakan informasi-informasi penting mengenai tahapan pemilu serentak tahun 2024.
- Memahami makna partisipasi politik. Partisipasi politik merupakan bagian strateguc vision dalam memaknai keterlibatannya baik secara procedural maupun substansial. Partisipasi merupakan bagian dalam penentuan sikap generasi Z dalam memahami tahapan pemilu.
- Memahami indikator pemilu serentak 2024 yang berintegritas. Dalam pemberiaan pendidikan politik perlu diawali dengan mengembangkan konsep integritas, di mana integritas adalah penggunaan komponen hak pilih yang universal meliputi bebas, kompetitif dan adil. Standar ideal demokrasi menjadi indikator integritas pemilu dalam consep bassed approach. Pendekatan lainnya dapat didefinisikan sebagai integritas pada tahapan pra, periode dan setelah pelaksana pemilu. Dalam pendidikan politik perlu disampaikan gagasan yang menyeluruh dalam menghormati standar internasional dan norma global dalam penyelenggaraan pemilu yang efektif dan efisien.
- mewujudkan pemilu demokratis. Indikator tersebut diantaranya partisipasi representasi dan pengawasan. Hal ini bisa terwujud apabila ada kolaborasi untuk mewujudkan pemilu 2024 yang berintegritas serta adanya keterbukaan informasi publik pada penyelenggaraan pemilu tahun 2024 nanti.
KESIMPULAN
Sebagai generasi Z sudah saatnya kita berpatisipasi dalam politik. Apalagi generasi ini memiliki keterbukaan dan kebebasan terhadap kemajuan teknologi. Informasi yang didapatkan di media sosial sangat mudah dan cepat diakses. Oleh sebab itu, hal ini sangat berpengaruh untuk mewujudkan generasi yang aktif, demokratis, dan kompeten.
Referensi
- Gilman, H.R., & Stokes, E (2014). The civic and political participation of millennials.@New America, 57-60.
- Juditha, C., & Darmawan, J. (2018). Penggunaan media digital dan partisipasi politik generasi mileneal. Juornal Penelitian Komunikasi Dan Opini Publik, 22 (2), 94-109. https://doi.org/10.33299/jpkop. 22.2.1628.
- Pasaribu, P., (2017). Peranan partai politik dalam melaksanakan pendidikan politik.
JPPUMA:journal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik , 5 (1): 51-59. - Kharisma, D. (2015). Pendidikan politik terhadap Partisipasi Politik Pemilih Muda. Journal Politica 1 (7): 1-15.
- Handitya, B. (2018). Peran pendidikan dalam membangun moral bangsa di era disrupsi.
Universitas Ngudiwaluyo. Seminar Nasional PKn UNNES.
Impressive posts! My blog Article Home about SEO also has a lot…