2 comments 167 views

Gen Z dan Penguatan Nilai Budaya dalam Transformasi Budaya Politik: Refleksi Politik Santun Kerajaan Balanipa di Tanah Mandar

BAB 1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Budaya politik yang berkembang dalam suatu negara dilatarbelakangi oleh situasi, kondisi, dan pendidikan dari masyarakat itu sendiri, terutama pelaku politik yang memiliki kewenangan dan kekuasaan dalam membuat kebijakan, sehingga budaya politik yang berkembang dalam masyarakat suatu negara akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu (Saleh, 2015). Pengetahuan, adat istiadat dan takhayul adalah komponen budaya politik dan diakui oleh sebagian besar orang karena menawarkan alasan untuk menerima atau menolak aturan dan prinsip lain.

Konsep budaya politik mencakup berbagai aspek fenomena politik, termasuk tradisi politik dan kisah perjuangan rakyat, semangat institusi publik, politik kewargaan, ideologi politik, aturan main politik formal dan non-formal, stereotip, gaya, mode dan jenis pertukaran politik, dll. Namun demikian, gagasan ini biasanya digambarkan sebagai pola distribusi orientasi politik yang dimiliki oleh anggota komunitas politik. Menurut Prof. Abrar (2023), yang menyatakan bahwa budaya politik Indonesia tak selaras dengan demokrasi atau belum kompatibel dengan demokrasi karena masih mengikuti tradisi Jawa. Tradisi politik ala Jawa, menurutnya, ibarat piramida di mana orang-orang yang ingin terjun ke politik berlomba-lomba mendekati puncak piramida untuk mendapat izin dari pusat kekuasaan. Padahal sudah ada partai politik yang seharusnya menjadi kendaraan para tokoh untuk maju sebagai capres. Bahkan beliau menyebut fenomena ini “lucu” karena di antara tokoh yang berlomba tersebut merupakan ketua partai politik. Melihat keadaan tersebut, beliau mengajak masyarakat untuk menjadi pemilih yang bermartabat menjelang Pemilu 2024 “Lantaran lingkungan politik kita sekarang tidak sehat, jadi kalau tidak sehat kita harus lawan dengan cara yang sehat.”

Budaya Politik suatu bangsa sesungguhnya tidak lepas dari pengaruh nilai-nilai sosial yang dianut oleh masyarakatnya (Cholitin, 1998). Kehidupan politik Indonesia dapat dikatakan dinamis dalam negara demokrasi. Konsep ini menyatakan bahwa setiap keputusan diambil berdasarkan keputusan dan kesepakatan bersama karena berdasarkan asas dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya. Demokrasi juga diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Demokrasi memiliki beberapa prinsip, seperti persamaan hak, kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, kebebasan berserikat, dan kebebasan beragama. Demokrasi telah dimulai pada tahun 1945 yang diawali dari fase demokrasi parlementer, demokrasi terpempin, demokrasi pancasila pada era orde baru, hingga ke fase demokrasi pasca reformasi hingga saat ini. Namun gambaran itu tidak sepenuhnya tergambar pada kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Ada banyak hal yang masih menjadi persoalan di Indonesia termasuk dari segi kepemimpinan. Indonesia umum belum mengadopsi secara penuh sistem demokrasi, terlihat pada masih banyaknya aksi-aksi demonstrasi oleh masyarakat, tindak korupsi yang masih merajalela didunia politik, dan persoalan ekonomi masyarakat yang belum tuntas hingga saat ini.

Sebenarnya Di Indonesia khususnya pasca reformasi, konsep-konsep demokratisasi selera lokal telah bermunculan, terlebih bahwa Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat heterogenitas budaya yang sangat tinggi, terkhusus banyaknya kerajaan-kerajaan masa lampau yang pernah tumbuh dan berkembang di Indonesia menjadikan sangat banyak ditemukan nilai-nilai demokratisasi yang justru menjadi salah satu fenomena yang unik (Rahimallah, 2020).

Serupa dengan dimunculkannya kembali konsep-konsep demokrasi dalam bingkai kearifan lokal dari berbagai daerah di nusantara, di tanah Mandar Sulawesi Barat tepatnya di Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene pada kisaran abad ke XVI pernah ada salah satu kerajaan yang memiliki tingkat peradaban yang realtif maju pada saat itu yakni kerajaan Balanipa. Hal yang menarik dari keberadaan kerajaan Balanipa adalah pengembangan sistem pemerintahannya sangat banyak memunculkan model yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi (Rahimallah, 2020). Bentuk demokratisasi yang paling nampak dari kebudayaan orang-orang Balanipa adalah sistem pemerintahan kerajaan Balanipa yang tidak mewariskan tahta raja secara turun temurun (Kila, 2016). Namun, seiring berjalannya waktu penerapan nilai-nilai demokrasi dan politik santun dari Kerajaan balanipa semakin jauh diterapkan oleh orang-orang Mandar atau masyarakat Provinsi Sulawesi barat terkhususnya pada Generasi Z saat ini, bahkan tidak mengetahui bagaimana budaya politik yang pernah terjadi di Provinsi Sulawesi Barat.

Berdasarkan informasi yang di Paparkan dari Website Media Indonesia (2023) bahwa “Generasi Z nyaris tak kenal budaya leluhur. Hilangnya budaya leluhur di era modern sungguh disayangkan. Terlebih bagi anak-anak muda generasi Z (Gen Z) saat ini lebih condong mengadopsi budaya luar dibandingkan budaya Nusantara. Ini tentu sebuah tantangan besar bagi Pemerintah yang akan menatap Indonesia Emas tahun 2045.” Sedangkan Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud RI, Hilmar Farid menyebut, bahwa “budaya Nusantara harus menjadi pondasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah mempunyai program untuk merangkai dan penguat agar kebudayaan tidak hilang di kalangan anak muda.”

Generasi Z atau yang sering disebut sebagai generasi Post-Milenilal atau Information Generation (iGeneration) adalah remaja yang lahir diawal tahun 1995-2000-an (Asy’ari, 2022). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Generasi Z pada tahun 2023 adalah sekitar 60 juta Jiwa. Menurut Sakitri (2021) Gen Z sebagai generasi termuda dalam dunia kerja saat ini, sangat tertarik untuk melakukan pekerjaan yang berarti dan merasa mendapatkan aktualisasi diri jika mampu berkontribusi bagi organisasi tempatnya bekerja. Selain itu, Gen Z juga menilai kesempatan berkembang dan bertumbuh sebagai hal yang primer yang harus diberikan organisasi kepada para karyawannya.

Pasal 1 Undang-Undang nomor 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan didefinisikan sebagai warga negara Indonesia dalam rentang usia 16 hingga 30 tahun. Pada tahun 2024, generasi muda akan menjadi pemilih yang menentukan nasib masa depan bangsa lima tahun kedepan (Asy’ari, 2022). Sebagai anggota masyarakat politik Indonesia, generasi muda tidak hanya memiliki kesempatan untuk memilih, tetapi mereka juga memiliki kesempatan untuk terlibat aktif dalam proses politik elektoral. Namun, di tengah kekuatan bonus demografi, populasi, sumber daya, dan kekuatan mereka sebagai generasi muda belum sepenuhnya terfokus pada politik formal. Hadirnya kesadaran peran dan tanggungjawab terhadap politik menempatkan generasi Z sebagai pemeran utama dalam merefleksikan budaya politik yang ada di Indonesia.

Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam terkait peranan Generasi Z sebagai upaya dalam merefleksikan kembali budaya politik santun Kerajaan Balanipa di tanah Mandar, Provinsi Sulawesi Barat. Hadirnya kesadaran peran generasi Z terhadap budaya politik, akan membawa energi segar, gagasan inovatif, dan perhatian pada nilai-nilai yang lebih mencerminkan kebutuhan dan harapan masyarakat yang beragam. Selain itu tujuan dari penelitian ini adalah agar dapat menjadi solusi dan acuan bagi wilayah lain untuk menerapkan nilai-nilai demokrasi dengan pendekatan budaya politik santun Kerajaan Balanipa. Oleh karena itu, penulis mengangkat judul “Gen Z Dan Penguatan Nilai Budaya Dalam Transformasi Budaya Politik: Refleksi Politik Santun Kerajaan Balanipa Di Tanah Mandar.” Rumusan masalah dari pudarnya nilai-nilai demokrasi dan budaya politik yang mulanya difokuskan pada Tanah Mandar, Provinsi Sulawesi Barat, dengan Gerakan generasi Z untuk merefleksi budaya politik santun Kerajaan balanipa. Penellitian ini merupakan ide yang disusun oleh Gen Z dengan sasaran Penguatan nilai budaya, pengubahan pola pikir dan arah gerak masyarakat terkait politik santun Kerajaan Balanipa.

BAB 2. PEMBAHASAN

Pengenalan Gen Z dan Tanah Mandar

Dikenal dengan generasi yang memiliki kreativitas dan toleransi yang tinggi, dekat dengan teknologi dan digital native, menghargai keberlanjutan dan lingkungan serta berperan aktif pada keterlibatan sosial, generasi tersebut dikenal dengan istilah Generasi Zoomer (Gen Z). Gen Z adalah generasi yang memiliki sifat dan karakteristik yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Generasi ini dilabeli sebagai generasi yang minim batasan (boundary-less generation). Ryan Jenkins (2017) dalam artikelnya berjudul “Four Reasons Generation Z will be the Most Different Generation” menyatakan bahwa Gen Z memiliki harapan, preferensi, dan perspektif kerja yang berbeda serta dinilai menantang bagi organisasi. Karakter Gen Z lebih beragam, bersifat global, serta memberikan pengaruh pada budaya dan sikap masyarakat kebanyakan. Satu hal yang menonjol, Gen Z mampu memanfaatkan perubahan teknologi dalam berbagai sendi kehidupan mereka. Teknologi mereka gunakan sama alaminya layaknya mereka bernafas (KEMDIKBUKRISTEK, 2021).

Generasi Z sebagai digital native dengan jumlah persentase pengguna internet sebesar 97,7% berdasarkan data Alvara research Center dari total 212,9 juta pengguna internet di Indonesia per Januari 2023 menurut We Are Social (Fathurochman, 2023). Generasi Z menggunakan media digital sebagai sarana utama untuk mendapatkan informasi tentang masalah sosial dan tidak jarang juga mencari isu-isu politik. Keterlibatan Gen Z dalam demokrasi dan politik Indonesia menjadi sangat penting, diamati oleh banyak pihak, terutama politik Indonesia yang akan berpartisipasi dalam pemilihan tahun 2024 mendatang. Berangkat dari kesadaran penulis selaku generasi Z yang akan berpatisiasi aktif dalam pemilihan umum tahun 2024, menggunakan pendekatan budaya politik santun Kerajaan Balanipa di Tanah Mandar.

Provinsi Sulawesi Barat sebagai wilayah pemekaran dari wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, memiliki banyak budaya dan adat istiadat yang telah bertahan dan berkembang hingga saat ini. Corak tersebut mempengaruhi faktor sosio-historis, yang merupakan faktor penting dalam memahami politik lokal masyarakat Mandar di Balanipa. Pengkajian tentang politik lokal dalam perspektif sejarah Sulawesi Barat, mengarahkan perhatian pada kehidupan politik pemerintahan kerajaan-kerajaan pada masa lampau, seraya menelusuri pemikiran para cerdik pandai tentang bagaimana seharusnya seorang pemerintahan dalam mengelola suatu Kerajaan (Kila, 2016).

Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2004 tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat yang ditandatangani pada 22 September 2004. Memiliki 6 kabupaten yaitu Kabupaten Polewali Mandar, Majene, Mamasa, Mamuju, Mamuju Tengah dan Pasang Kayu. Suku Mandar merupakan suku mayoritas yang mendiami provinsi Sul-Bar hingga saat ini. Menurut catatan “Het Landschap Balanipa” orang Mandar dideskripsikan sebagai orang dengan hati tinggi, sopan, mudah tersinggung, mudah cemburu, berkuasa, memegang teguh tradisi, menghargai tamu, pemberani, seringkali memilih titik strategis dalam peperangan (UNAIR, 2022).

Transformasi Budaya Politik Santun Kerajaan Balanipa Sebagai Strategi Penguatan Budaya di Tanah Mandar

Strategi adalah pendekatan holistik yang mengacu pada implementasi ide, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dalam jangka waktu tertentu (Hidayat, 2023). Sedangkan budaya adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari segi ekonomi, agama, maupun politik di tanah mandar. Budaya yang tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat telah menjadi aturan dan pedoman oleh masyarakat suku mandar dan menjadi warisan bagi generasi ke generasi. Penulis berusaha untuk mengangkat kembali Budaya Politik yang telah lama hilang di masyarakat Mandar, munculnya kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN); manipulasi pemilihan; rasis; diskriminatif; pemalsuan dokumen dan identitas. Hal ini merupakan tanda-tanda pudarnya budaya politik di masyarakat, Penyimpangan budaya politik sering kali menciptakan ketidakstabilan dalam sistem politik, merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik, dan mengancam integritas demokrasi. Pemberantasan penyimpangan budaya politik biasanya memerlukan upaya bersama dari masyarakat, lembaga penegak hukum, dan pihak-pihak terkait untuk memastikan kepatuhan terhadap norma-norma dan nilai-nilai politik yang baik.

Kerajaan Balanipa adalah salah satu kerajaan yang pernah berdiri di Sulawesi Barat pada abad ke-16 M. Pendiri kerajaan ini bernama I Manyambungi. Pendirian Kerajaan Balanipa merupakan kesepakatan dari persekutuan Appeq Banua Kayyang yang meliputi empat negeri, yaitu Napo, Samasundu, Mosso dan Todang-todang, Kerajaan ini menerapkan sistem demokrasi dalam pewarisan tahta. Kerajaan Balanipa menjalin hubungan erat dengan Kerajaan Gowa dan Kesultanan Bima dalam keagamaan, ekonomi dan politik (Stekom, Ensiklopedia, 2022). Budaya politik Kerajaan Balanipa bersumber dari budaya sipamandar, yakni fungsional proposional, yaitu memperhatikan adanya pengelompokan dan pengaturan peranan-peranan yang saling berintegrasi dalam kerajaan-kerajaan yang ada di kawasan Mandar.

Raja adalah pemegang kekuasaan eksekutif yang tertinggi dibantu oleh mara’dia matoa, mara’dia malolo dan anggota adat. Akan tetapi Banua Kaiyang yang dibantu oleh 12 banua, sebagai perwakilan seluruh rakyat. Mereka itu adalah pemegang kekuasaan yang berfungsi sebagai pengawas yang berhak mengangkat dan memberhentikan atau menurunkan mara’dia. Ketetapan dan kesepakatan banua kaiyang bersifat mutlak sehingga tidak dapat diganggu gugat seperti yang telah dirumuskan dalam hukum adat (Kila, 2016).

Budaya politik yang ditekankan pada kerajaan Balanipa yakni demokrasi, dimana bentuk dan sistem pemerintahan yang berbentuk kerajaan dengan susunan pemerintahan yang sangat sederhana dan tidak monarki otoriter, walaupun sistem pemerintahannya adalah kerajaan tetapi wewenang mara’dia atau pemimpin dibatasi oleh perangkat atau aturan. Tidak hanya sampai pada aturan yang membatasi, karena sumpah yang diikrarkan mara’dia pun diawasi oleh para pemangku adat, dan dengan tegas menyatakan jika ada kekeliruan atau pelanggaran atas isi sumpah yang telah diucapkan dipastikan ia akan diganti atau dipecat dari kedudukannya yang diistilahkan dengan nama Dewan Adat Sappulo Sokko. Peraturan ini akan secara langsung mengikat mara’dia agar dalam menjalankan roda pemerintahannya tidak akan berbuat sewenang-wenang sebab akibatnya sangat fatal bahkan dapat berujung pada pemecatan. Hal ini dibuktikan pada pasca masa kepemimpinan I Manyambungi perkembangan Kerajaan Balanipa mengalami kemajuan yang pesat.

Selain itu, meskipun sistemnya berbentuk kerajaan, namun dalam memilih mara’dia, tidak berdasarkan pada keturunan raja, karena faktanya pendiri kerajaan mara’dia pun adalah orang yang berasal dari kalangan biasa dan tidak mengenal istilah putra mahkota tetapi yang ada ialah istilah ana’ pattola payung yang terdiri dari anak mara’dia dan kemanakannya. Dan sistem pemerintahan Kerajaan Balanipa ini merupakan aturan yang dijadikan secara turun temurun. Dewan Ada’ Sappulo Sokko memiliki peranan dan tanggungjawab dengan kedudukan yang berbeda-beda. Dewan ada’ Sappulo Sokko adalah perangkat pemerintah yang membatu mara’dia dan posisinya dibawah mara’dia. Namun disamping itu Dewan Ada’ Sappulo Sokko ini memiliki posisi di atas mara’dia ketika menjalankan fungsi dan tanggungjawab sebagai legislator dalam hal mengangkat ataupun memberhentikan mara’dia atas nama rakyat.

Gambaran politik santun yang dicerminkan oleh Kerajaan Balanipa menjadi ide strategis bagi Indonesia khususnya pada wilayah Provinsi Sulawesi Barat sebagai wilayah yang menjadi tempat Kerajaan Balanipa berkiprah. Jika kita melihat situasi saat ini dan membandingkannya dengan masa kerajaan, jelas bahwa budaya politik yang dianut di kedua periode tersebut sangat berbeda. Politik selama masa kerajaan lebih stabil karena jarang terjadi perselisihan dalam posisi jabatan di pemerintahan. Pejabat yang lebih tinggi, yaitu mara’dia dan dewan adat kerajaan, hampir pasti bertanggung jawab atas jabatan-jabatan di pemerintahan kerajaan. Meskipun demikian, penentuan itu dilakukan tanpa mempertimbangkan pendapat orang. Pejabat pemerintahan masa kerajaan pasti sangat berbeda dengan pejabat pemerintahan saat ini, terutama dalam hal mara’dia dan presiden.

Pemerintahan saat ini sangat rentan terhadap konflik antara pendukung calon untuk mendapatkan dukungan mereka. Itu sebabnya terjadi bentrokan dalam kehidupan masyarakat setelah pemilihan pemimpin. Mereka yang kalah tidak bisa menerima kekalahan mereka, jadi mereka menamakan diri mereka sebagai oposisi pemerintahan. Sebenarnya, kelompok yang kalah ini lebih banyak mengganggu pemerintahan. Sehingga menyebabkan hubungan pemerintah dengan masyarakat menjadi tidak konsisten, bergantung pada seberapa baik pemimpin terpilih menerapkan program politiknya. Jika janji politiknya selama kampanye tidak terpenuhi, pendukungnya akan menagih janji itu. Jika itu terjadi, pemerintahannya akan menghadapi tantangan. Itu adalah perbedaan antara hubungan pemerintah dengan masyarakat di masa kerajaan. Pada masa lalu, hubungan ini tidak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau kelompok.

Dinamika Gen Z dalam mengaplikasikan Politik Santun Kerajaan Balanipa kepada Masyarakat di Tanah Mandar

Seiring perkembangan zaman yang terjadi dalam tatanan hidup masyarakat baik dari segi budaya sosial, teknologi, ekonomi, maupun politik. Memaksa Generasi Z untuk mengadopsi pemikiran divergen. Pemikiran divergen merupakan aktivitas yang luas dan bebas gerak, yang menarik kinerja otak bergerak ke segala arah (Asy’ari, 2022). Pemikiran divergen mengutamakan konsep seperti metafora, kreatifitas, mimpi, humor, visual, emosi, ambiguitas, permainan, imajinasi, eksponensial, generative, fantasi, dan analog. Ini membuka pikiran Gen Z untuk mempertimbangkan semua ide yang mungkin, bahkan yang aneh dan tidak biasa. Setiap generasi, termasuk Generasi Z dapat memainkan peran yang signifikan dalam merefleksikan politik yang santun dan menghubungkan nilai-nilai tradisional dengan kebutuhan dan dinamika kontemporer.

Dinamika Generasi Z dalam implemenasi politik santun di Kerajaan Balanipa adalah krusial untuk mempertahankan warisan budaya dan memastikan adaptasi yang sejalan dengan nilai-nilai tradisional, kecenderungan terhadap teknologi dan informasi, memiliki peluang untuk menggabungkan nilai-nilai tradisional dengan cara yang inovatif. Melalui pemanfaatan media sosial dan platform daring, Generasi Z dapat mempromosikan politik santun dengan menyebarkan informasi positif, menghargai pluralitas pandangan, dan membangun dialog konstruktif. Mereka juga dapat mengedepankan pendidikan politik yang inklusif, mendorong kesadaran akan sejarah dan nilai-nilai budaya dalam konteks politik.

Dengan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan lokal, Generasi Z dapat membentuk masa depan politik Kerajaan Balanipa yang harmonis dan sesuai dengan nilai-nilai warisan. Kesadaran akan tanggung jawab sosial dan keterlibatan aktif dalam kehidupan politik lokal menjadi kunci untuk menjaga integritas politik santun di tengah perubahan zaman. Generasi Z memiliki kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam proses politik lokal dengan memberikan suara, berpartisipasi dalam pemilihan umum, dan bahkan mencalonkan diri untuk jabatan politik lokal. Dengan partisipasi ini, nilai-nilai tradisional dapat diwakili dan aspirasi masa kini dapat dihubungkan dengan nilai-nilai budaya politik santun Kerajaan Balanipa. Kerja sama antara berbagai generasi dan kelompok masyarakat sangat penting untuk membangun fondasi politik yang santun dan berkelanjutan sebagaimana yang telah diterapkan Kerajaan Balanipa dalam budaya politiknya.

BAB 3. PENUTUP

Kesimpulan

Keberhasilan pemerintahan Kerajaan Balanipa dalam menerapkan politik santun, dapat menjadi acuan dan pedoman bagi pemerintah saat ini untuk menerapkan nilai-nilai politik dimasyarakat, dengan bercermin ke masa lalu kita akan menyadari betapa Makmur dan sejahteranya masyarakat di zaman Kerajaan Balanipa, namun sangat berbanding terbalik dengan keadaan saat ini. Gagasan Generasi Z dalam merefleksikan budaya politik santun Kerajaan Balanipa, sangat tepat sebagai solusi untuk penguatan budaya politik, menyelesaikan problematika dan penyimpangan budaya politik di wilayah Indonesia. Terutama pada Provinsi Sulawesi Barat yang nilai-nilai budaya politik di lingkungan masyarakatnya telah mulai memudar seiring perkembangan zaman, sehingga diperlukan perhatian khusus untuk menerapkan kembali nilai-nilai budaya politik yang telah hilang tersebut.

Saran

Penulis menyarankan bahwa gagasan ide yang telah dipaparkan diatas tidak hanya diterapkan di wilayah Tanah Mandar atau Provinsi Sulawesi Barat saja, tetapi juga dapat diterapkan diseluruh wilayah Indonesia yang nilai-nilai budaya politiknya telah memudar atau bahkan telah hilang yang membuat banyaknya masyarakat menyimpang dari etika dan norma-norma politik yang sesungguhnya. Keberhasilan upaya ini juga tentunya akan membantu menyukseskan Pemilihan Umum yang bersih pada tahun 2024 mendatang.

REFERENSI

  • Cholitin. 1998. Budaya Politik Indonesia. Yogyakarta: Cakrawala Pendidikan.
  • Galih, Sakitri. 2021. Selamat Datang Gen Z, Sang Penggerak Inovasi. Banten: Forum Manajemen Prasetiya Mulya. Vol. 35, No. 2.
  • Hasyim, Asy’ari, dkk. 2022. Memilih Masa Depan: Modul Pendidikan Politik Generasi Muda Melalui Pendekatan Budaya Populer. Jakarta: Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia.
  • https://antro.fisip.unair.ac.id/: Suku Mandar, Pelaut Ulung dari Sulawesi Barat.
  • https://blog. ryan-jenkins. com/: Four Reasons Generation Z will be the Most Different Generation.
  • https://masjidkampus.ugm.ac.id: Prof. Abrar: Tak Selaras dengan Demokrasi, Budaya Politik Indonesia Masih “ala Jawa.”
  • https://mediaindonesia.com/humaniora/600647/: Gen Z Nyaris Tak Kenal Budaya Leluhur
  • https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/: Kerajaan Balanipa
  • https://pskp.kemdikbud.go.id/produk/artikel/detail/3133/: Gen Z Dominan, Apa Maknanya bagi Pendidikan Kita.
  • Khoirul, Saleh & Achmat Munif. 2015. Membangun Karakter Budaya Politik Dalam Berdemokrasi. Jawa Tengah: ADDIN Jounal. Vol. 9, No. 2.
  • Muhammad, Tanzil Aziz Rahimallah, dkk. 2020. Identitas Demokrasi Di Tanah Mandar: Penelusuran Atas Sistem Pemerintahan Dan Sosial Di Kerajaan Balanipa. Sulawesi Barat: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol 3, No 1.
  • Naura, Yusro Fathurochman & Ririn Puspita Tutiasri. 2023. Penerimaan Generasi Z terhadap Polarisasi Politik. Jawa Timur: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan. Vol. 6, No. 9.
  • Septian Ardiyansyah Hidayat & O. Hasbiansyah. 2023. Transformasi Budaya Lokal Sebagai Strategi Marketing Product Majazi Indonesia. Bandung: Communication Management. VOL. 3 NO. 1
  • Syahrir, Kila. 2016. Budaya Politik Kerajaan Balanipa Mandar. Makassar: Pustaka Refleksi.

2 comments

Ayudia November 26, 2023 - 12:25 am

MasyaaAlloh, semangattt

Reply
diza November 26, 2023 - 6:03 am

menarik sekali ya pembahasannya.. keren🔥

Reply

Tinggalkan Komentar

Komentar Terbaru

  • Seoranko

    It appears that you know a lot about this topic. I expect…

  • Felix Meyer

    Truly appreciate your well-written posts. I have certainly picked up valuable insights…

  • VIEW NEWZ

    Very interesting news information that doesn't make you bored, especially the latest…

  • BERITA MANTUL

    One of the rare natural phenomena that will occur next month is…

  • 168NEWS

    Several central banks have begun considering raising interest rates to control rising…

Chat WhatsApp
Butuh Bantuan?
Selamat datang di Portal Berita Paradeshi. Untuk memudahkan pembaca dalam memahami beragam informasi yang kami sajikan, baik dalam bentuk berita ataupun artikel, seluruh konten yang dihadirkan kami kanalkan dalam beragam rubrik.

Silahkan menghubungi kami untuk mengetahui informasi lebih lanjut