Teuku Umar lahir pada tahun 1854 di Meulaboh (Aceh Barat) dan wafat pada tahun 1899. Ayahnya bernama Teuku Ahmad Machmud, dengan nenek moyang Datuk Makhudum Sati dari Minangkabau.
Teuku Umar dari kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani, dan kadang suka berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga memiliki sifat yang keras dan pantang menyerah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak pernah mendapakan pendidikan formal. Meski demikian, ia mampu menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas, dan pemberani.
Pada usia 20 tahun, Teuku Umar menikah dengan Nyak Sofiah, anak Uleebalang Glumpang. Untuk meningkatkan derajat dirinya, Teuku Umar kemudian menikah lagi dengan Nyak Malighai, puteri dari Panglima Sagi XXV Mukim.
Pada tahun 1880, ia lagi menikah dengan Cut Nyak Dhien yang juga seorang pahlawan wanita asal Aceh. Kisah pernikahan mereka berdua dimulai ketika pada tahun itu Teuku Umar mendapat kabar bahwa salah satu pemimpin pasukan Aceh bernama Teuku Ibrahim Lamnga telah gugur ditangan Belanda, dan ia pun secepatnya berangkat ke Montasik untuk bertemu dengan pamannya, Teuku Nanta Setia. Teuku Umar bermaksud menawarkan bantuan kepada pamannya untuk merebut kembali VI Mukim. Tetapi pamannya pikirkan hanya nasib putrinya saja, Cut Nyak Dhien. Ia khawatir tentang keselamatan putrinya. Kemudian Teuku Nanta Setia meminta Teuku Umar untuk menjadikan Cut Nyak Dien sebagai istrinya. Tawaran itu pun diterima oleh Teuku Umar, tanpa sedikitpun.
Sejak lama, Aceh menjadi impian bagi para penjajah, dengan kebun ladanya yang. Maka tak heran bila banyak negara seperti Inggris, Prancis, Amerika dan Belanda yang ingin berkerjasama, bahkan ingin menguasai tanah Aceh. Namun, hasrat Belanda untuk menguasai Aceh terhalang oleh sebuah kesepakatan yang ditandatangani dengan Inggris yang disebut sebagai Traktat London (Treaty of London) pada 1824. Salah satu isi dari kesepakatan tersebut adalah pihak Belanda dan pihak Inggris mengakui kemerdekaan Aceh.
Belanda yang berhasrat menguasai Aceh melanggar perjanjiannya dengan Inggris. Akhirnya, Belanda pun terlibat dalam peperangan besar melawan Aceh tahun 1873.
Salah satu panglima dari pihak Aceh dalam Perang Aceh itu adalah Teuku Umar. Teuku Umar memiliki strategi berpura-pura menyerahkan diri kepada Belanda dan masuk dinas Militer. Ketika ditugaskan untuk membebaskan para awak Kapal Nicero milik Inggris yang disandera oleh Raja Teunom tahun 1884, Teuku Umar membunuh semua pasukan tentara Belanda yang mendampinginya di tengah laut. Kemudian, senjata yang dirampas diberikan kepada rakyat Aceh untuk melawan Belanda dengan memakai taktik perang Gerilya. Akhirnya, daerah-daerah di Aceh pun bisa direbut dari tangan Belanda.
Teuku Umar dihadiahi gelar Teuku Johan Pahlawan dan resmi menjadi Pahlawan Nasional. Sebagai penghargaan terhadap kepahlawanannya, nama Teuku Umar diabadikan sebagai nama jalan di sejumlah daerah di tanah air.
Impressive posts! My blog Article Home about SEO also has a lot…