Setiap bangsa di dunia pasti memiliki cita-cita dan tujuan yang ingin diwujudkan demi keamanan, kesejahtraan dan kemakmuran rakyatnya. Cita-cita dan tujuan itu kemudian diperjuangkan dan diwujudkan dengan berbagai cara untuk mencapainya karena cita-cita itu merupakan arah yang mempunyai fungsi sebagai penentu dalam perkembangan dan kemajuan Bangsa tersebut. Sejak tahun 1998 hingga tahun 2023 ini, terhitung bahwa kerja reformasi politik di Indonesia telah melampaui dua dasawarsa dan segera memasuki tiga dasawarsa. Sebagai salah satu Negara kepulauan yang besar dan multikultur, sangatlah tepat bahwa Penerapan Sistem Demokrasi dilaksanakan di Indonesia demi menjunjung tinggi nilai kehidupan bernegara masyarakatnya.
Jika dilihat secara etimologis, kata Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk dan “cratein” atau “cratosí” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Demokrasi sendiri berarti suatu keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam kekuasaan bersama, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Definisi demokrasi lainnya yang paling sering kita dengar adalah oleh Presiden Amerika Serikat ke-16, Abraham Lincoln, yang mengatakan bahwa demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Sebagai salah satu Negara kepulauan dan multikultur, Indonesia menerapkan system Demokrasi. Demokrasi Indonesia adalah bentuk musyawarah untuk mufakat guna memecahkan masalah-masalah kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur secara material dan spiritual. Demokrasi yang di terapkan di Indonesia ialah Demokrasi Pancasila di mana sistem pemerintahan rakyat dijiwai oleh nilai Pancasila sebagai pandangan hidup. Demokrasi Pancasila merupakan representasi dari realitas masyarakat Indonesia yang memiliki ciri beragam atau multikultural, namun tetap menempatkan budaya gotong royong dan persatuan di atas segala perbedaan. Penerapan konsep musyawarah untuk mencapai suatu mufakat yang selama ini kita kenal di masyarakat juga merupakan bukti bahwa Demokrasi Pancasila bertujuan untuk mengutamakan keselarasan, keseimbangan, dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi maupun golongan. Dalam hal ini, generasi muda sebagai ‘agent of future’ dari harapan bangsa Indonesia tersebut, dipanggil dan dituntut untuk mengambil peran sentral dalam memperjuangkan spiritualitas demokrasi bangsa Indonesia dalam proyek untuk mewujudkan Demokrasi Indonesia Emas 2045.
Lantas apa yang menjadi permasalahan terkait peran generasi muda dalam menciptakan demokrasi yang inklusif dan komunikatif? Beberapa penelitian terdahulu telah menjelaskan tentang prinsip Demokrasi dalam pemilihan umum di Indonesia misalnya dalam Jurnal Transformative yang berjudul Kajian Prinsip Demokrasi dalam Pemilihan Umum di Indonesia oleh Yagus Triana, dkk. Menjelaskan bagaimana upaya untuk mengetahui demokrasi dalam pemilihan umum di Indonesia. Dimana penilitian ini menegaskan bahwa demokrasi telah terselenggara di Indonesia namun dalam proses pelaksanaannya belum dikatakan berhasil. Sedangkan dalam Jurnal APHTN-HAN yang berjudul Politik Hukum Penguatan Partai Politik untuk Mewujudkan Produk Hukum yang Demokratis oleh Pascal W. Y. Toloh menjelaskan bahwa seringkali partai politik lebih bersifat oligarkis dimana ia bertindak dengan lantang untuk dan atas nama kepentingan rakyat tetapi dalam kenyataannya berjuang untuk kepentinngan pengurusnya sendiri.
Sejak era reformasi, sistem Demokrasi semakin nyata didengungkan, hal ini terlihat dalam pesta-pesta demokrasi yang berlangsung di Indonesia yang berjalan tertib dan teratur serta lancar adanya. Mulai dari prapemilu di mana kampanye yang berlangsung teratur, hingga pada pemilu yang berlangsung tertib serta keamanan yang terjamin, sampai pada pasca pemilu. Namun di satu sisi, pemilu lebih berkarakterkan “vote minus voice”, di mana pemilu dilaksanakan secara rutin sebagai sebuah legitimasi kekuasaan para elit dengan mendapat ‘vote’ (suara masyarakat) dan kemudian sangat sukar untuk memproduksi ‘voice’, dan lebih para lagi yang terjadi hanyalah keributan politik/ political noise. De facto bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang demokratis. Tetapi, praksisnya secara tertentu mencerminkan spirit oligarki: sentrisme kekuasaan. Sehingga, keberadaan ‘demos’ direduksi hanya sebatas sebagai ‘esse complementarium’; rakyat hanya tambahan dari bagian tatanan sosial dominan. Akhirnya, demokrasi bangsa justru mengakibatkan praktik-praktik ketidakadilan.
Hal ini kemudian menyebabkan relasi antara negara dan masyarakat, tidak lagi bersifat satu arah, tetapi sudah bersifat dua arah. Walaupun dibukanya peluang partisipasi, masyarakat cenderung belum sepenuhnya didasarkan pada iktikad untuk memperkuat masyarakat sipil tetapi lebih pada kewajiban memenuhi agenda reformasi. Hal ini menjadi sebuah kendala demokrasi yang terjadi di Indonesia, ada yang lebih memilih Abstain, ada yang hanya ikut ramai saja dan ada yang memilih tanpa mengetahui latar belakang dari para politikus tersebut. Inilah yang menjadi kendala atau tantangan dalam Sistem Demokrasi yang berlangsung di Indonesia. Padahal generasi muda sebagai ‘agent of future’ menjadi salah satu alasan urgennya tugas generasi muda ‘to journey of the long road to democracy’ dalam perwujudan demokrasi bangsa yang ideal. Keterlibatan kelompok mahasiswa dalam perhelatan demokrasi dinilai sangat penting sebab mereka adalah generasi bangsa yang harus menjadi tonggak utama dalam upaya bangsa untuk memerangi setiap bentuk, pola dan mental hierarkis-sentris yang telah meleburkan spirit demokrasi di Indonesia.
Selanjutnya dalam berdemokrasi itu tentu harus tertanam nilai inklusif dan komunikatif. Dimensi demokrasi yang inklusif dan komunikatif ini mensyaratkan suatu prinsip moral bahwa aktualisasi demokrasi pada praksisnya hendaknya mengorientasikan nuansa sikap yang tidak memihak, tidak berpihak pada ‘bonum privatum’. Dalam artian, warna dari demokrasi hendaknya menerima perbedaan suku, ras, adat-istiadat. Senada dengan Jürgen Habermas, dapat dikatakan bahwa demokrasi yang berasaskan pancasila adalah sebuah model tindakan komunikatif (kommunikatives Handeln), yang bersyaratkan penerimaan keberadaan ‘demos’ secara emansipatif.
Dalam hal ini, peran generasi muda dalam menciptakan demokrasi yang inklusif dan komunikatif yakni menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam diri generasi muda. Bermodalkan penanaman nilai Pancasila ini, sebenarnya generasi muda diberi tugas dan tanggung jawab mewakili aspirasi rakyat untuk memperjuangkan nilai-nilai luhur yakni keadilan, ketentraman, solidaritas, toleransi, dan kesetiakawanan sosial dalam aktus demokrasi bangsa sehingga finalitas sebuah demokrasi adalah terciptanya suatu kebangsaan yang mengekspresikan ‘persatuan dalam keragaman’ dan ‘keragaman dalam persatuan’. Penanaman nilai-nilai Pancasila bagi generasi muda menjadi modal inspiratif generasi muda sebagai agent of change dalam membongkar mental klasik demokrasi bangsa yang hierarkis-sentris dengan menekankan asas ‘ke-kami-an’ ke dalam dinamika ‘ke-kita-an’.
Dengan berbasiskan penanaman nilai Pancasila, generasi muda dituntut untuk menempatkan status ‘ke-kita-an’ sebagai tolok ukur dalam membangun citra demokrasi bangsa yang inklusif dan komunikatif. Dalam artian, demokrasi bangsa menjadi wadah relasionalitas dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penegasan pada asas keharusan bahwa Pancasila harus tetap menjadi titik sentral dalam perhelatan demokrasi bangsa. Pancasila menjadi tolok ukur bagi setiap orang terutama generasi muda untuk memperjuangkan keberagaman sebagai jiwa dalam praktik berdemokrasi. Oleh sebab itu, kesadaran pancasilais dalam berdemokrasi adalah kesadaran akan ‘aku yang lain’ yang berbeda tetapi memiliki visi dan misi yang satu, yakni persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Daftar Rujukan
- Hardiman, F. Budi. 2009. Demokrasi Deliberatif: Menimbang Negara Hukum dan Ruang Publik dalam Teori Diskursus Jürgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius.
- Hardiman, F.Budi. 2009. Menuju Masyarakat Komunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik, dan Postmodernisme Menurut Jürgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius.
- https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/12/102904765/tantangan-demokrasi-di-indonesia?page=all : Tantangan Demokrasi di Indonesia.
- J.A, Denny. 2006. Demokrasi Indonesia: Visi dan Praktek. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
- Latif, Latif. 2015. Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
- Prasetyo, Galih. 2019. Demokrasi Milenial. Yogyakarta: Ruas Media.
- Santoso, Purwo, dkk. Rezim Lokal di Indonesia: Memaknai Ulang Demokrasi Kita. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018
- Toloh, Pascal W. Y. 2023. Politik Hukum Penguatan Partai Politik untuk Mewujudkan Produk Hukum yang Demokratis. Jakarta: Jurnal APHTN-HAN, Vol. 2, No. 1.
- Triana, Yagus, dkk. 2023. Kajian Prinsip Demokrasi dalam Pemilihan Umum di Indonesia. Malang: Jurnal Transformative, Vol. 9, No. 1.
Impressive posts! My blog Article Home about SEO also has a lot…